Kamis, 10 September 2009

TANGLONG DI AMUNTAI

Tadi malam,9 -9-2009,malam ke-20 Ramadan 1430 H diadakan acara arak Tanglong,pesertanya dari kampung atau kelurahan se-Amuntai Tengah.Acara tahun ini lebih meriah dari tahun yang lalu.Jalan-jalan penuh dengan orang-orang sehingga sukar untuk lewat.Mercon Kembang Api berseleweran di udara.Menambah meriah acara tersebut.

PERKAWINAN BANJAR

ADAT PERKAWINAN BANJAR
BASASULUH
Berasal dari kata suluh, merupakan proses pencarian informasi mengenai gadis yang diinginkan, hal ini dilakukan secara diam-diam oleh pihak pria. Pada masa lalu perkawinan lazim atas perjodohan atau pilihan orangtua, sehingga tradisi semacam ini merupakan keharusan. Biasanya dilanjutkan dengan “Batatakun” yaitu pencarian informasi secara terbuka melalui kedua pihak keluarga, dengan tujuan meyakinkan perihal asal-usul keluarga, kemampuan ekonomi, dan seterusnya.
BADATANG
Acara meminang secara resmi oleh keluarga calon mempelai wanita. Secara tradisi, dalam acara ini terjadi dialog dengan bahasa Banjar serta diisi dengan berbalas pantun antar dua keluarga. Apabila lamaran diterima, kemudian ditetapkan beberapa kesepakatan antara lain mengenai besarnya jujuean (mas kawin), hari mengantarkan mas kawin, serta menetapkan hari perkawinan.
MAANTAR JUJURAN ATAU MAANTAR PATALIAN
Sebagai pangikat atau bukti telah bertunangan, calon mempelai pria haus memberikan “jujuran/patalian” atau oleh-oleh kepada calon mempelai wanita. Benda-benda patalian diantaranya berupa seperangkat perlengkapan tata rias, wangi-wangian, perlengkapan kamar tidur, perhiasaan dan sejumlah uang.
Mataar Patalian ini dilakukan oleh rombongan yang terdiri dari ibu-ibu sebanyak sepuluh sampai dua puluh orang dan bisanya diterima dengan upacara sederhana. Kesempatan ini digunakan oleh keluarga untuk mengumumkan kepada para tamu tentang hubungan calon pengantin yang disebut balarangan atau bertunangan. Dalam acara tersebut kedua calon penganin harus dihadirkan.
BAPINGIT
Merupakan salah satu tahap yang harus dilewati oleh seorang gadis menjelang hari pernikahannya. Intinya, calon pengantin wanita “dikurung” selama seminggu dengan maksud untuk menghindarkan dari hal-hal yang tidak diinginkan. Sesuai perkembangan masa, acara bapingit kini dipersingkat antara dua sampai tiga hari saja. Pada masa bapingit calon mempelai wanita tidak diperkenankan dikunjungi oleh calon mempelai pria atau pemuda lainnya.
Selama masa bapingit calon pengantin wanita benar-benar harus mempersiapkan lahir dan batin untuk mengarungi mahligai rumah tangga. Kegiatan yang dilakukan dalam masa bapingit adalah :
a.Batamat Quran
Karena mayoritas suku Banjar beragama Islam, maka ketaatan calon mempelai wanita dalam menjalankan ibadahnya akan ‘diuji’ melalui prosesi Batamat Qur’an, yakni menamatkan pembacaan kitab suci Al Qur’an disaksikan oleh guru mengaji dan kaum kerabat.
b.Bakasai dan batimung
Inilah saat intensif melakukan perawatan dan membersihkan diri calon mempelai wanita agar terlihat cantik dan segar. Sesuai tradisi, ritual perawatan menggunakan ramuan khusus berupa ‘kasai’ yakni semacam cairan pembersih dari beras ketan yang telah digoreng kering secara berulang-ulang. Selain itu calon pengentin melakukan ritual mandi uap air wewangian, dalam istilah Banjar disebut Batimung, agar pada hari pernikahan tubuh menjadi bersih dan tidak banyak mengeluarkan keringat.
c. Bapacar atau bainai
Ritual menghias kuku dengan pacar atau inai yang ditumbuk halus, sehingga meninggalkan warna merah. Prosesi bainai semacam ini juga menjadi tradisi kalangan masyarakat Minang maupun Betawi.
BADUDUS
Merupakan prosesi mandi intuk mneyucikan diri calon pengantin. Menggunakan air dicampur bunga-bunga dan air jeruk, dilengkapi dengan mayang dan air kelapa gading. Prosesi badudus dilakukan selepas bapingit, dua atau tiga hari sebelum upacara perkawinan. Ritual tersebut bisa dijalankan serentak oleh kedua calon pengantin atau dirumahnya masing-masing. Untuk memandikan dipilih 5 atau 7 orang wanita tua dari keluarga terdekat.
Rangkaian prosesi ini diwarnai dengan detil perlengkapan dan dekorasi berwarna kuning. Antara lain pada ‘lalangitan’ berupa kain kuning yang direntangkan pada bagian atas lokasi berlangsungnya prosesi. Bagi masyarakat Banjar, warna kuning selain merupakan warna yang memiliki arti kebesaran dan keluhuran, juga dipercaya bisa menjadi ‘alat’ untuk melindungi dari pengaruh roh jahat. Dengan demikian, calon pengantin juga memakai sarung warna kuning saat melakukan ritual badudus untuk ‘melindungi’ dari hal-hal buruk yang tak diinginkan.
Acara adat badudus juga disertai oleh perlengkapan yang sarat akan makna. Antara lain tebu kuning melambangkan harapan agar kehidupan rumah tangga selalu manis dan teguh, daun beringin sebagai lambang pengayoman, daun kambat sebagai penolak bala, daun linjuang sebagai penolak setan, ketupat berbentuk burung agar calon pengantin bisa terbang tinggi mencapai harapan rumah tangga. Disertakan pula pagar mayang sebagai pembawa keberuntungan dan penangkal segala yang buruk. Acara badudus diakhiri dengan pembacaan doa selamat dan batamat Al Qur’an bagi calon mempelai wanita maupun pria.
AKAD NIKAH
dalam pengertian orang Banjar, terdapat perbedaan nikah dengan kawin. Nikah dilakukan didepan penghulu sesuai dengan aturan agama, sedangka kawin dilakukakan setelah nikah, sewaktu pengantin pria secara resmi diantar ramai-ramai menuju ke rumah pengantin wanita. Prosesi perkawinan adat Banjar secara garis besar meliputi tiga bagian, yakni Manurunkan pengantin laki-laki, Maarak pengantin laki-laki, dan Mempelai Batatai Bapalimbaian.
MANURUNKAN DAN MAARAK PENGANTIN LAKI-LAKI
Metupakan upacara di rumah pihak keluarga pengantin laki-laki untuk dipersiapkan dibawa kerumah mempelai wanita. Diawali dengan doa dan selamat kecil, kemudian mempelai pria turun keluar rumah sambil mengucap doa keselamatan diiringi Shalawat Nabi oleh para sesepuh serta taburan beras kuning sebagai penangkal bala dan bahaya. Meski acara tampak sederhana dan sangat mudah namun acara ini harus dilakukan, mengingat pada masa-masa lalu tak jarang menjelang keberangkatan mempelai pria mendadak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan yang berakibat gagalnya upacara pernikahan.
Doa dan harapan keselamatan telah ditadahkan oleh kedua tangan, kemudian rombongan pengantin menuju kediaman mempelai wanita. Beberapa puluh meter di depan rumah mempelai wanita, berbagai macam kesenian akan ditampilkan menyambut kehadiran rombongan pihak pengantin pria. Diantaranya, Sinoman Hadrah (seni tari masal sambil mempermainkan bendera-bendera diiringi pukulan rebana), Kuda Gepang(hampir sama dengan kuda lumping), juga musik Bamban (sejenis Tanjidor Betawi). Mempelai pria melewati barisan Sinoman Hadrah, dilindungi oleh Payung Ubur-Ubur yang akan terus berputar-putar melindungi pengantin sambil rombongan bergerak menuju rumah mempelai wanita.
PENGANTIN BATATAI
Kedatangan mempelai pria ke rumah mempelai wanita untuk “bertatai” atau duduk bersanding, adalah puncak dari setiap upacara perkawinan Banjar. Acara ini terdiri dari beberapa versiberdasarkan kebiasaan masing-masing sub-etnis.
c.1. Versi Banjar Kuala
Mempelai laki-laki memasuki rumah mempelai wanita dan langsung menuju kamar mempelai wanita untuk menjemputnya dan kembali menuju Balai Patataian yang biasanya terletak diruangan tengah untuk duduk bersanding(batatai). Prosesi yang harus dilakukan :
= Bahurup Palimbaian ; sewaktu masih dalam posisi berdiri kedua mempelai bertukat bunga tangan.
Maknanya : kedua mempelai optimis terhadap hari-hari mendatang yang akan mereka jalani dengan penuh keceriaan, bagai harumnya bunga tangan mereka.
= Bahurup Sasuap ; kedua mempelai duduk bersanding lalu saling menyuapkan sekapur sirih (terdiri dari sirih, pinang, kapur, gambir).
Maknanya : mereka sudah saling membulatkan tekad untuk menempuh pahit, getir, manis dan perihnya kehidupan dan mengatasinya dengan seia sekata.
= Bakakumur ; setelah mengunyah sekapur sirih, kedua mempelai berkumur dengan air putih, lalu air bekas kumur dibuang ke dalam tempolong.
Maknanya : segala hal yang kurang baik segera di buang, sehingga dalam memasuki perkawinan kedua mempelai dalam kondisi bersih dan ikhlas.
= Batimbai Lakatan ; mempelai wanita melemparkan segenggan nasi ketan ke pangkuan mempelai pria, lalu oleh mempelai pria dilemparkan kembali ke pangkuan mempelai wanita.
Maknanya : Agar tali perkawinan yang mereka bina sedemikian erat, dapat memberikan keturunan yang baik dan unggul. Sekanjutnya nasi ketan tadi dilemparkan ke hadirin untk diperebutkan oleh para remaja putrid. Dipercaya remaja yang mendapatkan nasi ketan tersebut akan cepat mendapat pasangan.
= Batapung atau batutungkal ; para tertua dari kedua keluarga memberikan sentuhan dengan memercikan ramuan (air bunga, minyak likat baboreh dan minyak wangi) pada ubun-ubun , bahu kiri dan kanan, dan pangkuan mempelai.
Maknanya : agar perjalanan perkawinan mempelai selalu mendapat dukungan , bimbingan dan berkah dari pihak keluarga serta pinisepuh.
c.2. Versi Banjar Pahuluan (1)
Mempelai pria memasuki rumah mempelai wanita disambut dengan Shalawat Nabi dan taburan beras kuning, mempelai wanita telah diambang pintu, kemudian mereka bersama-sama dibawa untuk duduk bersanding di atas Geta Kencana, sejenis tempat peraduan (tempat tidur). Prosesi selanjutnya hampir sama denga versi Banjar Kuala.
c.3. Versi Banjar Pahuluan (2)
Mempelai pria memasuki rumah mempelai wanita disambut dengan Shalawat Nabi dan taburan beras kuning. Di depan pintu telah menanti mempelai wanita, dan kemudian kedua mempelai dibawa menuju Balai Laki dengan berjalan kaki maupun dengan cara Usung Ginggong. Selama bersanding di Balai Laki, kedua mempelai menyaksikan atraksi kesenian, dan harus menerima godaan atau olok-olok dari undangan yang hadir dengan senyum. Setelah selesai pasangan dibawa kembali ke rumah mempelai wanita diiringi tetabuhan kesenian tradisional.
Source: Majalah Mahligai dan berbagai sumber