Jumat, 20 November 2015

BUDAYA SUKU BANJAR



BUDAYA DAN ADAT ISTIADAT SUKU BANJAR
A.    ETNOGRAFI BANJAR
1.      Kondisi Geografis
Kota Banjarmasin terletak pada 3°15' sampai 3°22' Lintang Selatan dan 114°32' Bujur Timur atau 114 19’’ 33’’ BT-116 33’ 28 BT dan 1 21’ 49’’ LS 1 10’’ 14’’ LS, dengan luas wilayah 37.377,53 km2 atau hanya 6,98 persen dari luas pulau Kalimantan.
Kalimantan Selatan secara geografi terletak di sebelah selatan pulau Kalimantan dengan luas wilayah 37.530,52 km2 atau 3.753.052 ha. Sampai dengan tahun 2004 membawahi kabupaten/kota sebanyak 11 kabupaten/kota dan pada tahun 2005 menjadi 13 kabupaten/kota sebagai akibat dari adanya pemekaran wilayah kabupaten Hulu Sungai Utara dengan Kabupaten Balangan dan Kabupaten Kotabaru dengan Kabupaten Tanah Bumbu.
Kota Banjarmasin beriklim tropis dimana angin muson barat bertiup dari Benua Asia melewati Samudera Hindia menimbulkan musim hujan, sedangkan angin dari Benua Australia adalah angin kering yang berakibat adanya musim kemarau.

B.     KEPRIBADIAN BANJAR
Urang Banjar mengembangkan sistem budaya, sistem sosial dan material budaya yang berkaitan dengan religi, melalui berbagai proses adaptasi, akulturasi dan assimilasi. Sehingga nampak terjadinya pembauran dalam aspek-aspek budaya. Meskipun demikian pandangan atau pengaruh Islam lebih dominan dalam kehidupan budaya Banjar, hampir identik dengan Islam, terutama sekali dengan pandangan yang berkaitan dengan ke Tuhanan (Tauhid), meskipun dalam kehidupan sehari-hari masih ada unsur budaya asal, Hindu dan Budha.





C.    SEJARAH SUKU BANJAR
Suku bangsa Banjar ialah penduduk asli yang mendiami sebagian besar wilayah Propinsi Kalimantan Selatan. Mereka itu diduga memiliki kesamaan dengan penduduk pulau Sumatera atau daerah sekitarnya, yang membangun tanah air baru di kawasan ini sekitar lebih dari seribu tahun yang lalu.
Suku Banjar berasal dari orang Melayu Sumatera, Kalimantan dan Jawa yang datang ke Kalimantan Selatan untuk berdagang. Adat, bahasa dan kepercayaan mereka adalah akibat pengaruh berabad-abad dari orang Dayak, Melayu dan Jawa. Ada juga orang Dayak yang menjadi orang Banjar karena memeluk agama Islam. Orang Banjar dapat dibagi dua dari segi dialek bahasa, yaitu Banjar Hulu dan Banjar Kuala. Suku Banjar terdapat di propinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah, Sumatera dan Malaysia (Perak, Selangor dan Johor). Mereka juga terkenal dengan julukan masyarakat air (‘the weter people’) karena adanya pasar terapung, tempat perdagangan hasil bumi dan kebutuhan hidup sehari-hari di sungai-sungai kota Banjarmasin, ibukota Propinsi Kalimantan Selatan.

D.    SUB SUKU BANJAR
Suku Banjar yang semula terbentuk sebagai entitas politik terbagi 3 grup (kelompok besar) berdasarkan teritorialnya dan unsur pembentuk suku berdasarkan persfektif kultural dan genetis yang menggambarkan percampuran penduduk pendatang dengan penduduk asli Dayak, berikut pembagian sub suku banjar :
1.      Grup Banjar Pahuluan adalah campuran orang Melayu-Hindu dan orang Dayak Meratus yang berbahasa Melayu (unsur Dayak Meratus/Bukit sebagai ciri kelompok)
2.      Grup Banjar Batang Banyu adalah campuran orang Pahuluan, orang Melayu-Hindu/Buddha, orang Keling-Gujarat, orang Dayak Maanyan, orang Dayak Lawangan, orang Dayak Bukit dan orang Jawa-Hindu Majapahit (unsur Dayak Maanyan sebagai ciri kelompok)
3.      Grup Banjar Kuala adalah campuran orang Kuin, orang Batang Banyu, orang Dayak Ngaju (Berangas, Bakumpai), orang Kampung Melayu, orang Kampung Bugis-Makassar, orang Kampung Jawa, orang Kampung Arab, dan sebagian orang Cina Parit yang masuk Islam (unsur Dayak Ngaju sebagai ciri kelompok). Proses amalgamasi masih berjalan hingga sekarang di dalam grup Banjar Kuala yang tinggal di kawasan Banjar Kuala - kawasan yang dalam perkembangannya menuju sebuah kota metropolitan yang menyatu (Banjar Bakula).
E.     BAHASA
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, bahasa banjar adalah bahasa daerah kalimantan selatan yang dipergunakan oleh suku banjar. Beberapa kata-kata dalam bahasa banjar untuk kata ganti orang berdasarkan tingkatannya:
1.      Halus
Ulun                             : Saya
Piyan / Dika               : Kamu
2.      Netral / Sepadan
Aku, diyaku                        : Aku
Ikam, Kawu                       : Kamu
3.      Agak Kasar
Unda / Sorang                    : Aku
Nyawa                               : Kamu


F.     MAKANAN
Dalam pembuatan makanan diperlukan sistem teknologi yang digunakan untuk membuat makanan tersebut mempunyai nilai lebih. Bagaimana cara mengolah, memasak dan menyajikannya juga harus diperhatikan, palagi penggunaan bumbu-bumbunya. Salah satu hasil makanan orang Banjar yang terkenal adalah SOTO BANJAR yang telah tuurun temurun menggunakan resep warisan leluhur mereka.

G.    BUDAYA BANJAR SAAT INI DI TENGAH GLOBALISASI
Dampak yang paling mengkhawatirkan dari arus globalisasi adalah terhadap agama dan tatanan nilai lainnya dalam masyarakat Banjar. Kehidupan agama pada zaman ini mau tidak mau memang akan terus ditantang. Dunia di luar dia adalah dunia persaingan. Karena itu, orang mencari perlindungan pada agama dan kedamaian pada agama.
Tetapi ironisnya, orang sering menjauhkan diri dari upacara-upacara yang dirasakan membosankan dan terlalu lama. Dalam sikap beragama orang ingin cenderung serba cepat, efisien, dan efektif, tetapi menyentuh pribadi. Di tengah kencangnya arus globalisasi terdapat juga upaya untuk membentuk kelompok kecil dengan basis identitas primordial. Orang merasa lebih dekat pada rasa kesukuan, keagamaan, atau kebudayaan tertentu. Orang mengelompokkan diri berdasarkan kesamaan darah (kesukuan) dan sejarah. Semangat membesar-besarkan kebudayaan sendiri menguat dalam kelompok ini. Mereka merasa kebudayaannya superior, lebih baik dan lebih unggul, sementara kebudayaan bangsa lain diabaikan dan diremehkan. Tidak ada lagi penghargaan terhadap kelompok lain. Tidak ada solidaritas antar kelompok yang berbeda. Semangat tersebut, gilirannya, menyulut orang-orang melakukan kekerasan, berperang atas nama suku maupun agama.

H.    BUDAYA BANJAR
1.      MADIHIN
Madihin berasal dari kata madah dalam bahasa arab artinya nasihahat. Madihin dapat diartikan sebagai sejenis puisi lama dalam sastra Indonesia, karena ia nenyanyikan syair-syair yang berasal dari kata akhir persamaan bunyi atau sebagai kalimat puji-pujian ( bahasa arab) karena bisa dilihat dari kalimat dalam madihin yang kadang kala berupa puji-pujian. Menurut (2006) mendifinisikan madihin yaitu puisi rakyat anonim bertipe hiburan yang dilisankan atau dituliskan dalam bahasa Banjar. Penyampaian syair-syair yang dibacakan oleh seniman madihin yang disebut Pamadihin.
Pamadihinan termasuk profesi yang lekat dengan dunia mistik, karena para pengemban profesinya harus melengkapi dirinya dengan tunjangan kekuatan supranatural yang disebut Pulung. Pulung ini konon diberikan oleh seorang tokoh gaib yang tidak kasat mata yang mereka sapa dengan sebutan hormat Datu Madihin. Datu Madihin yang menjadi sumber asal-usul Pulung diyakini sebagai seorang tokoh mistis yang bersemayam di Alam Banjuran Purwa Sari. Datu Madihin diyakini sebagai orang pertama yang secara geneologis menjadi cikal bakal keberadaan Madihin di kalangan etnis Banjar di Kalsel.
Kesenian madihin pada umumnya dipergelarkan pada malam hari, lamanya sekitar 2 sampai 3 jam ditempatkan diarena terbuka. Seniman pamadihin ini terdiri dari 1 samapai 4 orang pria atau wanita.Seorang pamadihin harus memiliki keterampilan memukul terbang sesuai dengan penyajian syair-syair yang dibacakan, madihin ini temanya saling sindir menyindir antara pamadihinnya.

2.      PASAR TERAPUNG
Pasar terapung ini sudah ada lebih dari 400 tahun lalu dan merupakan sebuah bukti aktivitas jual-beli manusia yang hidup di atas air. Seperti halnya pasar-pasar yang ada di daratan, di pasar terapung ini juga dilakukan transaksi jual beli barang seperti sayur-mayur, buah-buahan, segala jenis ikan, dan berbagai kebutuhan rumah tangga lainnya. Pembelian dari tangan pertama disebut dukuh, sedangkan tangan kedua yang membeli dari para dukuh untuk dijual kembali disebut panyambangan.
Salah satu keunikan dari Pasar Terapung adalah desak-desakan antara perahu besar dan perahu kecil yang mencari pembeli, serta penjual yang bersliweran kesana kemari dan kapalnya yang dimainkan gelombang Sungai Barito. Pasar terapung tidak memiliki organisasi seperti pasar di daratan, sehingga tidak tercatat berapa jumlah pedagang dan pengunjung atau pembagian pedagang bersarkan barang dagangan.

3.      BAAYAN MAULID
Baayun asal katanya “ayun” yang diartikan”melakukan proses ayunan”. Asal kata maulid berasal dari peristiwa maulid (kelahiran) Nabi Muhammad SAW.
Sebelum mendapat pengaruh Islam, maayun anak sudah dilaksanakan ketika masyarakat masing menganut kepercayaan nenek moyang. Tradisi asalnya dilandasi oleh kepercayaan Kaharingan. Setelah Islam masuk dan berkembang serta berkat perjuangan dakwah para ulama, akhirnya upacara tersebut bisa “diislamisasikan”.


Dengan demikian, baayun anak adalah salah satu tradisi simbol pertemuan antara tradisi dan pertemuan agama. Inilah dialektika agama dan budaya, budaya berjalan seiring dengan agama dan agama datang menuntun budaya.

4.      PLUI
Palui merupakan salah satu tokoh cerita rakyat kalimantan tengah yang ketika itu secar administrative bergabung dengan bagian Kalimantan selatan namun dalam perkembangannya justru berkembang diwilayah Kalimantan selatan.
Penulisnya adalah seorang tokoh bernama Drs. H. Z Yustan Adzin kini almarhum yang mengangkat cerita khas, muncul setiap hari diharian Banjarmasin Post sejak awal terbitnya yaitu tahun 1971 dalam bahasa banjar dan berbagai logat bahasa banjar derah seperti Banjar Kuala,Banjarmasin, Martapura, Pelaihari dan Banjar Hulu.
Cerita si Palui yang dipublikasikan pada harian Banjarmasin Post mengandung nilai budaya Banjar yang cukup beragam, tokoh Palui mencerminkan bagaimana dinamika dan perkembangan kehidupan orang Banjar. Kehidupan keseharian orang Banjar sangat terikat dengan nilai-nilai Islam.

I.       TRADISI LISAN
Tradisi lisan oleh Suku Banjar sangat dipengaruhi oleh budaya Melayu, Arab, dan Cina. Tradisi lisan Banjar (yang kemudian hari menjadi sebuah kesenian) berkembang sekitar abad ke-18 yang di antaranya adalah Madihin dan Lamut. Madihin berasal dari bahasa Arab, yakni madah (ﻤﺪﺡ) yang artinya pujian. Madihin merupakan puisi rakyat anonim bertipe hiburan yang dilisankan atau dituliskan dalam bahasa Banjar dengan bentuk fisik dan bentuk mental tertentu sesuai dengan konvensi yang berlaku secara khusus dalam khasanah folklor Banjar di Kalsel. Sedangkan Lamut adalah sebuah tradisi berkisah yang berisi cerita tentang pesan dan nilai-nilai keagamaan, sosial dan budaya Banjar. Lamut berasal dari negeri Cina dan mulanya menggunakan bahasa Tionghoa. Namun, setelah dibawa ke Tanah Banjar oleh pedagang-pedagang Cina, maka bahasanya disesuaikan menjadi bahasa Banjar.

J.      PERKAWINAN MENURUT ADAT BANJAR
Secara kronologis, maka peristiwa perkawinan menurut adat suku Banjar dapat diuraikan sebagai berikut:
1.      BASASULUH
Bilamana seseorang telah sampai saat ingin kawin lazimnya oleh keluarganya yang terdekat diadakanlah apa yang yang dinamakan “Basasuluh”. Yakni ingin mendapatkan keterangan tentang calon istri yang diinginkan setelah mendapatkan persetujuan dari pihak keluarga yang bersangkutan.
Beberapa hal yang ingin diketahui diantaranya:
a.       Tentang agamanya
b.      Tentang keturunannya
c.       Tentang kemampuan rumah tangganya
d.      Tentang kecantikan wajahnya
Dari empat hal tersebut di atas yang menjadi titik tumpu perhatian itu adalah pada dua hal yaitu agama dan keturunannya. Sebaliknya, bagi keluarga calon istri di samping hal di atas, akan diperhatikan pula apakah lapangan pekerjaan calon suaminya tersebut. Hal itu sangat penting karena akan turut menentukan nilai rumah tangga mereka kelak.

2.      BADATANG
Pihak keluarga pria pada saatnya yang diberitahukan sebelumnya, datang dengan beberapa orang ke rumah calon istri yang disebut dengan istilah “badatang”. Kedatangan ini diterima antara kedua keluarga calon suami istri itu secara traditional biasanya lahirlah dialog yang mempunyai versi prosa liris bahasa daerah Banjar yang umumnya disebut Baturai Pantun, yakni berbalas pantun antara keluarga pihak calon.
Adat orang banjar tidak mengenal istilah Batunangan atau Bapacaran. Istilah ‘Balarangan’ tidak sama dengan istilah ‘Batunangan’, karena belarangan adalah suatu perencanaan ancer – ancer para pihak orang tua masing – masing, ketika kedua anak masih remaja.
Menurut adat seorang gadis yang akan kawin, maka untuk selama 40 hari sebelumnya dia tidak diperkenankan keluar rumah.
Selama itu dia harus membersihkan diri, berlangsir mempercantik dirinya, yang disebut dengan istilah ‘bekasai’, sekaligus dia diberi beberapa nasehat.

3.      NIKAH
Yang dimaksud dengan nikah adalah upacara keagamaan untuk melangsungkan ijab kabul di hadapan seorang penghulu dan saksi – saksi. Acara ini sering kali juga disebut ‘Meantar Jujuran’.

4.      BATIMUNG
Bagi pengantin pria maupun wanita terutama menjelang hari persandingan dua atau tiga hari sebelumnya, maka pada malam harinya harus melaksanakan mandi uap yang dikenal dengan istilah ‘Batimung’. Diharapkan dengan batimung ini akan menguras habis keringat tubuh, menyehatkan dan mengharumkan tubuh pengantin tersebut. Dengan demikian pada saat persandingan nanti kedua pengantin tidak akan berkeringat lagi.

5.      MANDI-MANDI
Pada waktu pagi hari menjelang acara persandingan siang, pengantin wanita melangsungkan acara mandi – mandi pengantin dengan air yang ditaburi macam – macam bunga. Pada daerah Kuala kadang – kadang disebut dengan istilah ‘Badudus’ atau ‘Bapapai’ dengan mayang Pinang. Jumlah bunga – bunga yang diperlukan lebih banyak dan lebih berkesan sebagai salah satu upacara.
Acara mandi – mandi dilakukan oleh tiga orang wanita tua yang telah berpengalaman, yang umumnya dipimpin oleh seorang bidan kampong atau wanita tua lainnya. Selesai mandi, pengantin wanita disuruh menjejak telur ayam sampai pecah dengan ujung tumit. Ketika itu juga pengantin wanita tersebut dicukur yaitu dengan istilah ‘Belarap’, membikin cecantung pada kiri kanan wajahnya. Biasanya kemudian diikuti acara selamatan kecil dengan nasi lamak (ketan) berinti gula merah dan pisang mauli.





6.      BATAPUNG TAWAR
Seiring dengan acara mandi – mandi tadi pada saat itu juga diadakan acara ‘batapung tawar’, dimaksudkan sebagai penebus atas berakhirnya masa perawan bagi seorang wanita. Untuk itu disediakan apa yang dinamakan ‘peduduk’, yaitu seperangkat keperluan pokok bahan makanan dalam wadah sasanggan (bokor kuning) yang terdiri dari sagantang beras, sebiji nyiur, gula merah, seekor ayam betina hitam, telur ayam tiga butir, lading, lilin, sebiji uang bahari (perak), jarum dengan benangnya, sesuap sirih, rokok daun, dan rerempah dapur. Isi piduduk : beras melambangkan rezeki, nyiur melambangkan lemak (kehidupan), gula merah lambang manis (kehidupan), ayam lambang cangkal becari, telur ayam lambang sum-sum, lading makna semangat yang keras, lilin lambang penerangan, uang lambang persediaan dalam hidup, jarum dan benang lambang ikatan suami isteri, sesuap sirih lambang kesatuan, rokok daun lambang kelaki-lakian, rerempah dapur lambang keterampilan kerja di dapur. Selanjutnya seluruh isi piduduk ini diberikan kepada bidan kampong yang memimpin acara mandi – mandi.
Untuk yang hadir pada acara betapung tawar disuguhi air teh manis atau kopi dengan kue, bubur habang bubur putih, cucur, wadai gincil, wadai galang, dan lakatan ber-inti.

7.      BATAMAT AL-QUR’AN
Baik pengantin pria maupun pengantin wanita pada waktu menjelang acara persandingan biasanya melangsungkan acara betamat Qur’an yakni membaca kitab suci Al-Qur’an sebanyak 22 surah yang dimulai dari surah ke 93 (Ad-Dhuha) sampai dengan surah ke 114 (An-Nas) ditambah dengan beberapa ayat pada surah Al-Baqarah, ditutup dengan do’a khatam Qur’an, pembaca do’a biasanya guru mengaji pengantin tersebut.
Suatu kebiasaan yang unik dan lucu, ialah apabila pengantin telah sampai pada bacaan surah ke 105 (Al-Fiil) biasanya ramailah anak-anak dan remaja di sekitar itu memperebutkan telur masak sekaligus memakannya. Sebab menurut cerita konon yang mendapatkan telur masak itu akan menjadi terang hatinya, cepat menjadi pandai membaca kitab suci Al-Qur’an.


8.      WALIMAH
Yang dimaksud dengan ‘walimah’ ialah suatu pesta perkawinan dalam rangkaian acara-acara perkawinan tersebut. Besar kecilnya walimah ini tergantung pada kemampuan keluarga ‘ahli bait’ masing.
Menurut adat orang Banjar maka pohon (ahli bait atau tuan rumah) tidak aktif untuk bekerja dalam persiapan itu. Justru tetangga lah yang akan melaksanakan semua tugas-tugas, yang dibentuk semacam kepanitiaan yang disusun secara lisan saja.
Biasanya membagi-bagi tugas sebagai berikut:
a.       Nang jadi kepala gawe (pimpinan kegiatan)
b.      Nang meurus tajak sarubung (mendirikan tenda)
c.       Nang meurus pengawahan (bagian masak nasi dan ikan)
d.      Nang meurus karasmin (mengurus kesenian)
e.       Nang besaruan lalakian (pengundang untuk pria)
f.       Nang besaruan bebinian (pengundang untuk wanita)
g.      Nang menerima saruan (penerima tamu)
Dalam susunan pembagian tugas ini jelas terlihat bahwa sifat kegotong-royongan merupakan adat yang sangat menonjol sekali bagi para tetangga, tanpa diminta akan memberikan tenaga dan jasa-jasanya untuk kepentingan pelaksanaan perkawinan tersebut.

9.      PETATAIAN
Petataian (pelaminan) dibuat secara khusus yang merupakan ciri khas banjar yang biasanya diletakkan tepat di ‘tawing halat’ (dinding batas tengah rumah) atau yang lazim disebut balai kencana. Terdapat juga yang dibangun khusus yang disebut balai warti yang terdiri dari tempat duduk untuk dua orang pengantin pria dan wanita yang berlatar belakang air Gucci yang gemerlapan dan pada kiri kanannya agak kebelakang tersusun bantal yang bersarung merah atau kuning bersulam benang emas, yang disebut ‘tetumpangan’. Di belakang tetumpangan terdapat pucuk tetumpangan yang berbentuk segitiga sama kaki dengan ornamen yang serasi dengan tetumpangannya. Di situ tersedia pula sesajian di atas piring kuningan besar yang diletakkan di atas bokor sesanggan kuningan.

10.  BATATAIAN
Merupakan puncak dari acara perkawinan menurut adat banjar ini adalah pada upacara betataian (bersanding) pada tempat petataian. Acara ini yang dianggap paling bahagia oleh kedua pengantin ataupun keluarga mereka.
a.       Pengantin Wanita
b.      Pengantin Pria
c.       Tahap-tahapan betataian
Ø  Pengantin pria diantar
Ø  Betawak nasi lamak
Ø  Sujud dan makan bersama
Ø  Usung jinggung dan diarak

11.  KELAMBU PENGANTIN
Begitu pentingnya kelambu pengantin ini bahkan menjadi suatu ukuran bagi orang untuk melihat sampai dimana kemampuan kepala keluarga yang sedang berminantu itu.
Kelambu ini selalu ditempatkan di kamar depan sebagai suatu bagian rumah yang utama, yakni ruangan tempat tidur sebelah kanan rumah banjar bahari, atau rumah bubungan tinggi (rumah beanjung). Karena pada waktu itu belum mengenal atau belum banyak mengenal ranjang. Kelambu itu digantung di ruang anjung dalam bentuk segi empat yang umumnya mempergunakan warna putih atau kuning muda. Di atas kelambu di pasang langit-langit dari kain yang agak tipis dengan sulaman kembang pancar matahari.


K.    KEPERCAYAAN KEHAMILAH
Pada masyarakat suku banjar maupun suku dayak , seorang istri yang hamil dai kehamilan  1 bulan hingga 7 bulan diadakan acara mandi- mandi atau yang disebut ” mandi tian mandaring”. Dan setelah lahir dilakukan palas bidan dan kemudian dilanjutkan dengan acara sunatan.
1.      PANTANGAN
Masyarakat suku banjar juga mempercayai pantangan – pantangan yang harus dihindari oleh istri yang hamil dan suaminya, yaitu :
a.       tidak boleh duduk didepan pintu, dikhawatirkan akan susah dalam melahirkan
b.      tidak boleh keluar pada waktu maghrib,karena akan diganggu oleh roh jahat
c.       tidak boleh makan pisang dompet, dikhawatirkan anak akan kembar siam
d.      jangan membelah kayu api yang sudah terbakar, karena anak yang dilahirkan bisa sumbing
e.       dilarang pergi kehutan,karewna wanita hamil baunya harum,dan dapat diganggu roh jahat
f.       dilarang menganyam bakul, karena jari- jari anak yang dilahirkan dapat dempet menjadi satu.




DAFTAR PUSTAKA
v  Dari berbagai sumber