Kamis, 13 Agustus 2015

Antologi Puisi



              NGEPAK NGEPAK

 

Aku mengepak-ngepak  tingi tanpa sayap
Menyisir langit
Menerobos mendungmu yang tergeletak di ufuk-ufuk
Menepis duka pelangi di hammparan senja

Aku mengepak-ngepak terus mengepak
Tanpa hiraukan badai tanpa pedulikan topan
Lalu menukik tajam mmembelah awan
Memetik setangkai melati yang terbaring di bak sampah peradaban
Kusematkan di dadamu dalam malam malam
Agar kau tahu betapa perlunya uluran tangan kebajikan

Aku mengepak-nngepak  terus mengepak
Berkeliling kota ,mmemasuki segala desa
Mengukir kata  menebar doa agar terhindar dari bala bencana

Mengepak-ngepak terus  mengepak ngepak  pak pak pak
Tak kubiarkan sembilu mengiris diri
Supaya hidup  berseri dan berperi

Mengepak ngepak berkelepak kelepak
Tak tahan  merasakan panasnya perseteruan
Antar sesama antar kerabat bangsa
Ngepak-ngepak  mengepak ngepak
Aku lelah ingin istirahat di pangkuan-Nya
Damai
Damai
Damai
                    
(amuntai,Mei2015)









                       ELEGI SEBUAH LUKA

Malam ini  kutuangkan duka dalam panginangan
Setelah dibungkus dengan daun sirih  hijau
Besok kukirim ke alamatmu
Agar kau bisa mencicipi betapa pedihnya
Kena sayatan pisau belatimu
Katanya kau cinta
Katanya kau sayang
Mengapa setiap smsmu selalu berwujud ular berbisa
Yang menggigit seluruh sendi rasaku
Sampai menyandra tidurku dalam pelukan waktu
Atau hanya sebuah permainan
Agar aku terombang-ambing di samudra harap
Sebelum terlelap di ranjang abadi
Malam ini
Aku tak habis tanya mengapa kita dulu
Mau membentangkan tali di antara dua kutub
 

Lalu sama-sama tenggelam dalam lumpur kemesraan
“Kang kita telah berlayar tanpa bahtera
Mari eratkan pegangan agar tidak ditelan hiu
Sebelum menggapai pulau idaman”
Kita pun bagai penganten baru yang selalu merapatkan barisan
      Bila kehausan lalu meminum jos kenikmatan tanpa mengenal siang atau malam
Malam ini
Aku kembali kesepian meratapi kepergianmu
Setelah semua isi sumur terkuras habis
Sebelum musim datang menyapa
      (Amuntai, 27 Februari 2013)





SEONGGOK BARA
Aku hanya seonggok bara yang ditinggalkan api
Padahal aku tak pernah memimpikan hujan yang mau mengantarkan ke lembah sepi
Sebelumnya aku telah bersedia menjadi dahan kering untuk santapan ego serakahmu
Kau cumbu aku dengan mesra di bawah purnama malam minggu
Lalu  kau tinggalkan aku terkapar bersama bangkai-bangkai penyesalan
Kau telah menjadi ular dengan mulut manis memutiki daun-daun muda yang telah terlepas dari tangkai
Dengan lidah apimu kau bakar mereka hingga menjadi abu beterbangan di jalan-jalan
Mengganggu pernapasan dan merusak tata aturan lalulintas pergaulan
Ah,siapa yang peduli ketika kau menebarkan debu-debu hitam
Sementara kiyahi sibuk ceramah di masjid-masjid dan musalla
Lupa menengok keluar bahwa generasi penerus butuh bimbingan
Dan aku yang terlempar dari keluarga karena telah jadi bara
Ingin kembali berkobar menjadi api
Ingin membakar api-api liar yang menghanguskan masa depan genderku
Tapi aku sadar
Aku hanya seonggok bara yang ditinggalkan api
Tak punya kekuatan
Tak punya harapan
Untuk kembali seperti semula
Aku gelas-gelas kaca yang telah retak
(dingin malam berselimut sepi, 10 Januari 2013)



                           JERIT SUNGAI
Kau  dengarkah jerit  sungai kehilangan air
Dirampas kemarau yang datang dengan tiba-tiba tanpa aba-aba
Sementara nelayan abut mencari pengayuh ulin
Untuk menyangga jukung agar tidak mencium mesra batu cadas
Yang berjejer di lereng-lereng sungai  
     
Kau dengarkan jerit sungai malam-malam
Tak mau disetubuhi danau beramai-ramai
Karen a telah ditulis ikrar  bahwa yang seatap tidak boleh menjalin cinta
Agar kedamaian tetap terjaga dalam mengembangkan rumah tangga

Kau dengarkah jerit sungai di bentaran waktu
Mengharap belas kasih hujan mengucurkan kesegaran
Sehingga haus  tak lagi menggelitiki kerongkongannya
Ataukah bersabar menunggu musim baah sehingga alur-alurnya jadi basah

Kau dengarkah jerit sungai di koran-koran
Karena boldozer mau meartakannya dengan daratan
Kau dengarkah wahai para petinggi
Keluhan-keluhan dari  para jelata yang sengsara?

(banjarbaru. Siang bolong,10 Januari 2013)


PERAHU

Akulah perahu
yang merenangi sungaimu
dari hulu ke hilir
dari tebing hingga tepian seberang
.Aku tak peduli
meski  sebelumnya sudah ada
beberapa perahu
berlabuh menelusuri alurmu
.Aku tak peduli
suatu saat akan terjadi kemarau
hingga airmu tak lgi membasah lidah
atau menyejuk rasa.
Aku jug tak peduli
bila ada perahu lain




menguntit langkahku
Segalanya
telah kutumpahkan
dalam kolam hatimu.
(Amuntai,9 Maret 2013) :













        SENYUM PELANGI
   
Pelangi tersenyum di beranda langit
Mengantarkan  perjalananku ke  ujung senja
Pelangi, aku ingin titip salam
pada malaikat
Mengapa dia lupa tumpahkan hujan
Padahal kemarin sudah janji
Menyiram langkah  penuh debu
agar tidak layu  ditelan panasnya penderitaan
Dalam perjalanan
Bila magrib tiba aku ingin mengumandangkan azan
Lalu bersujud di haribaannya
Pelangi senyummu pengobar semangat hidup
 yang hampir kehabisan langkah
dalam menghitung hitam putih
yang membekas di lembar pengembaraan 
Pelangi bila  sepertiga malam
 jemputlah aku  di depan masjid
siap pergi bersamamu ke hadapan paduka Sultan

       







                    


   DI UJUNG PERJALANAN  
      Untuk ananda Rezqie Atmanegara
Akhirnya kita sampai di penghujung jalan
Walau  keringat basah bercampur resah
Walau cermin tempat mengaca pecah
Kitapun  telah meluruskan langkah
segarkan pikiran  menerjuni sungai dan telaga
Lalu bersama mengikat diri
Lalu bersama melangkah lagi
Gelak tawa satwa
Desis ular sawa
Dan seringai kera di pohon para
Adalah semangat saling mesra dan membuka rasa
Di ujung perjalanan ini
Kita  mengasah  pisau
Membelah bulan
Mengiris matahari
(Amuntai,22 Januari 2013)


PETUALANG SERIBU KAKI MENUJU BULAN

Kepada Arsyad Indradi

Petualang seribu kaki menuju bulan itu
Terus melangkah
Tak pernah lelah, tak terdengar keluh kesah
Hutan rimba dijelajahinya walau dihadang ular sawa
Lautan luas diseberangi walau tanpa perahu
Sayapmu lebar selebar angkasa
Mudah melanglang buana ke mana-mana
Petualang seribu kaki menuju bulan itu
Terus melangkah menelusuri bukit dan lembah
Mencari Rumi,
Mencari Algazali
Mencari Yazid Bustami
Mencari Khaidir
Diambilnya tongkat Musa dibelahlah laut
Menyelam ke dasar makrifat
Melantunlah Hu Allah, Hu Allah disetiap denyut nadinya
Hakikat diri ya Nur Muhamad ya Nurullah
Leburlah, aku dan kau tida beda
Satu dalam langkah satu dalam ibadah
Amuntai, 2 Januari 2013









            KETELA  REBUS
 Akulah ketela rebus yang kau remas-remas dalam malam-malam
Lalu ditenggelamkan dalam rinjing kebejatan
Teriakku mengaduh kesakitan kau anggap sebagai sindin hiburan
Geliat kejang-kejang tubuhku kau anggap tarian rangsangan
Setelah puas mempermainkan dengan sendok kulung
Kau pajang  aku   setengah telanjang
sambil ditawarkan kepada setiap lelaki yang melintas
Ingin berontak tapi tak berdaya
Aku tak punya sanak saudara sebagai pembela
      Akulah ketela rebus yang dibawa dari desa
Berkuah lumpur di tengah kota
(Amuntai, 17 Februari 2013)
   
             TAK PEDULI

Lampu-lampu itu tak berkedip menatapku di sepi malam
Aku tak peduli
Terus menelusuri jalan berliku dan lorong-lorong gelap
Akupun terjun ke dalam lumpur hitam bersamamu
“Hei,jalan lurus terbentang penuh cahaya
 Mengapa kau menanam jejak di situ. Kotor.
Kembalilah sebelum terompet keberangkatan dibunyikan”
Kata sebuah suara memecah kekhusyukan
 “Aku tidak akan menjadikan gulma pada langkah yang kuayun
Dalam garis-garis takdir,” sahutku tanpa balikkan badan
“Ei  lelatu jalanan,berhenti.
Di depanmu ada jurang menganga
Siap mengunyah-ngunyah krempengmu.”
Aku mempercepat langkah
Buk, aku terjatuh
“Tolong aku dalam bahaya”
“Kau, tak percaya akan nasihatku”
Lalu sepi
Kebenaran telah mati?

(Amuntai,10 Februari 2013)








HASRAT I


Bila kutatap fotomu di sepi malam
Tercium bau wangi menebar rindu pada sembilu
Sebenarnya tidak ada benang biru di antara kita
Namun hatiku selalu mengeja namamu
Setiap detik dan setiap langkah
Ah, aku takut menyeberangi jurang menganga
Dan tak ingin hancur karena ketidak pastian
       
Amuntai,24 Juni 2013   





                           




HASRAT II

Untuk  Bunda BELQIS

Nyanyian cintamu menyentuh kalbuku
Akupun ingin jadi penyanyi sepertimu
Agar kita bisa bersatu di panggung
Melambaikan tangan pada dunia
Tapi  kita dibatasi jeruji
Kau dilangit
Aku di bumi

Amuntai,24 Juni 2013






                PAJANGAN
Aku duduk di beranda rindu
Menghitung detik-detik waktu
Sementara kau di seberang sana
Mabuk bermain mesra di taman bunga
Kau telah ciptakan benang kusut di antara kita
Inikah namanya cinta
Inikah namnya sayang
Aku hanya di pajang di pelabuhan penantian
Aku,kau biarkan di telan ombak kekecewaan
(malam sepi,25 Nov.2013)





                           
                 DEBUR OMBAK SAMUDERA

Dinda
Kau dengarkah debur Ombak  samudera dalam dada
meredam rindu padamu nan jauh di sana
Kukirim kata telangkai jiwa
Cinta bersemi tanpa tatap muka
Kutunggu kabar darimu
Walau lewat angin kembara

(malam,sepi,2 September 2013)








           
 DRAMA PERCINTAAN
                       Tuk Isna

Senyummu mengembang di cakrawala mayaku
ketika rambutmu kubelai menujuh pelangi
pasrahmu adalah sebuah pengorbanan yang tak kusiasiakan
kitapun terbang mengarungi angkasa
sambil menikmati manisnya malam
cinta kita yang dipupuk setiap hari
Tumbuh subur dengan kencan dan kecupan
Akhirnya berbuah persenggemaan
Kisahpun usai
Semuanya telah tabalangsai
         (Amuntai,28 Juni 2013)





             BENIH CINTA

 Kusemai benih cinta di ladang ladang biru padahal musim akan berganti
 Akankah tumbuh menjadi pohon tempat orang tua berteduh di ujung perjalanan
 Atau benih kita hanyut dibawa airbah yang datang tanpa diundang
 Kusemai benih cinta karena tumpah birahimu malam malam
 Bekasnya disiram dengn air pengertian agar tidak tercium tikus tikus nakal
 Ketika kau kutinggalkan berlayar
 Agar buahnya tidak cacat moral

        ( Amuntai,2 Juli 2013)                               




 MENCARI TANGGA

Mencari tangga
Tuk memetik rembulan
Karena  langit tak bertiang
Ataukah aku terus berdiri di sepi malam
Memandanginya tanpa jemu
Sebagai pengobat rindu membubuk
Mencari tangga
Tuk menghindari banjir
 kayu ulin  dijadikan bahan ekspor
Dan batu bara  dilahap harimau lapar
Sementara rembulan menitikkan air mata
Kehilangan pekerjaan penali hidup

( 2  April 2013)



          
       BANYU TATAMBA
      Hujan itu  telah menyapa dengan ramah di depan rumah
     Airnya kutanai dalam gadur batu , kusimpan di apar-apar
     untuk dijadikan tatamba
     Untuk  membasuh luka-luka yang telah mongering
 karena bacakut sesama papadaan
Atau digunakan untuk menyiram api
yang membakar dendam berkepanjangan di sekitar rimba rumah tangga
(11 Juni 2013)











SEANDAINYA AKU KORUPTOR

Aku segera serahkan diri tanpa basa basi
Rela masuk penjara
Mendekam beberapa lama
Pisah dengan sanak saudara
Demi menebus dosa
 Aku sadar
Akulah koruptor berjiwa kotor
Bicara ngawur
Kerja ngalantur
Akulah tikus yang berdasi itu
Pembobol lumbung-lumbung Negara
Membuat sengsara rakyat
Kedudukan ku hanya lambang
Tuk melindungi berbuat curang
Tuhaan  siksalah aku dengan seribu dera
Karena perbuatanku sangat tercela
Membawa petaka bagi Negara
                (Amuntai ,27/07/2013)

 KITA BICARA SERIBU RASA     SERIBU DUKA

Kita bicara dengan seribu rasa  seribu duka
Karena hukum  hanya jadi injakan semata
Penguasa  tak   berdaya
KPK  hanya bulan-bulanan para koruptor
Kita bicara dengan seribu rasa seribu duka
Lumbung-lumbung Negara dibobolnya
Rakyat semakin menderita
Hidup di Negara kaya raya berkuah air mata
Kita bicara dengan seribu rasa  seribu duka
Gantung koruptor kalau tidak negara hancur
Gantung koruptor kalu Negara ingin makmur 
(Amuntai, 28/07/2013)

SIAPA LAGI SELAIN PENYAIR

Siapa lagi yang  perangi koruptor selain penyair,karena KPK mabuk cari data tapi  hasilnya tak seberapa,Hukum  diinjak-injak dengan pongahnya,Presiden tak punya sengat dan daya upaya,LSM kehabisan kata untuk bicara
Siapa lagi yang  perangi koruptor selain penyair
Ketika hasil bumi dikuras untuk kepentingan penguasa,ketika  Masalah Bank Century dibiarkan berlalu begitu,ketika BBM terus dinaikkan, Ketika  rakyat semakin melarat dan hidup sekarat



Siapa lagi yang perangi koruptor selain penyair
kalau semua aparat langkahnya berkarat,kalau semua anggota DPR tak melaksanakan amanat ,kalau penegak hukum suka terima imbalan
       (Amuntai,   28/07/2013)













PENYAIR YANG MAMPU MENEBANG POHON

Bagai pohon beringin daunnya rimbun
Akarnya kuat menancap di bumi  tercinta
Selama ini pemerintah hanya memotong daun dan ranting
Batangnya dibiarkan tumbuh dan membesar 
Akarnya terus menghunjam mengisap kekayaan kita
Enam musim,enam berganti presiden mereka tak goyah
Pemerintah,DPR, Menteri adalah mata rantai persengkolan




Siapa yang mampu memutus mata rantai  
Siapa yang mampu menumbangkan pohon berikut akarnya
Jawabnya Penyair.

(Amuntai, 27 Juli 2013)



                                  










  KORUPTOR VS PENYAIR
                                    
Koruptor adalah tikus abu-abu yang menggerogoti  tanaman di kebun-kebun  dan di sawah-sawah
      Lalu hidupnya menjadi WAH ke mana-mana dengan mobil  mewah
Dia balikkan fakta agar terlepas dari penjara dan undang-undang yang menjeratnya
       KPK pun telah lelah  data dan fakta hasilnya terasa cuka 
SBY  angkat  bicara tapi tak selantang pada awalnya karena punya luka mengannga
Hakim dan jaksa dengan renyah tertawa dapat  objekan dan jasa
LSM sembunyi dibalik kaca membisu seribu kata
Lalu para Ulama menggemakan fatwa di setiap majelis dan podium tak berbekas apa-apa
Koruptor adalah penguasa tertinggi di Negeri Hitam
Indonesia dalam genggamannya
Hutan ditebangi
Minyak diekspor keluar negeri
Batu bara dikantongi
Kemiskinan mulai bertahta di negera kaya raya
           Para demonstran lunglai ketika dapat amplop isinya lembar-lembar merah
Semua jadi terlena menonton permainan sandiwara mereka
Tiba-tiba para koruptor tersentak kaget
Ketika para penyair meneriakkan kata “basmi korupsi tangkap koruptor”
Teriakan mereka  menggema di mana-mana, baik di kota atau di pelosok desa
Para koruptor semakin takut,nyalinya semakin ciut
Karena teriakan para penyair adalah suara kebenaran
Bukan  hasil sogokan
                        Amuntai,29 Juli 2013





    DERAP LANGKAH

Dengan derap langkah mengharum bunga
Kita lewati jembatan bambu
Mencari jejak matahari yang ditelan senja
Dalam rimba kebencian
Tapi tak bersua

Dengan derap langkah terpatah-patah
Kembali kita lewati jembatan bambu
Sambil menahan erangan pilu
Tersayat sembilu
Yang kita ciptakan sendiri
Kembali tanpa memeluk matahari
Leluhur kita
(revisi,malam sendu, Sabtu ,5 Januari 2013)

          HUJAN MALAM

Hujan malam membasahi daun-daun mengkudu
Dinginnya berkabar padamu yang terbuai mimpi
Adakah terbersit kembali membenahi catatan halaman pertamaku
Yang kau obrak-abrik beberapa musim yang lalu
Ataukah kau biarkan saja menyatu dalam kekusutan seperti itu
Tanpa mengecap indahnya pelangi sore
Hujan malam membasahi daun-daun mengkudu
Ada deburan ombak membasah dada
Ketika dikecup dingin dan sepi
Ketika tersingkap jandela masa lalu
Hujan malam membasahi daun-daun mengkudu
Aku bangkit dari dengkuran sepi
Tanggalkan selimut diri
Berlari menjemput pagi
Menunggumu di perbatasan hati
                    (Petang Jumat,1 Februari 2013

 BULAN BERSELENDANG AWAN

      Kuseka air mata yang merayap di daratan pipi
Kutatap onggokan tanah basah dengan dua menara
Kemudian melangkah ke masa lalu
Terbukalah album lusuh
Terpampanglah kisah rembulan berselendang awan
Bermula pertemuan pertama di aula lantai II Unlam
Mata bertemu mata
Menggoreskan cahaya di lembaran hati
Bermekaranlah harapan mewangi diambang sore
Seusai kuliah asuhan Pa Jebbar
Ia memberi isyarat hatipun jadi berdebar
Ketika pulang jalan bersama
“Bang, ada sebuah kolam bening menunggu kehadiran seekor ikan
      agar sepi tak lagi memagut tepian “
“ Ikan siap merenangi kolam bening sepanjang waktu.”
      Lalu mendaratlah sebuah ciuman terima kasih
Gayung telah bersambut
Jalan terbuka lebar
Matahari bersinar terang di depan mata
Tiga tahun memintal benang menjadi kain
Musyawarah berbuah mupakat
Jatur kuning akan dipancang tanggal muda bulan muda
Undangan biru sebar ke handai tolan
Malam sebelum bersanding di pelaminan
Anisyah tabrakan di perempatan jalan
Kepala pecah tulang kakinya patah
Hari perkawinan berubah jadi hari kematian
Kepergian Anisyah belati menikam diriku
     (Malam sepi,21 Februari 2013)







      
GADIS MAWAR BERMATA BULAN
Gadis mawar bermata bulan
Keluarga rumpun bambu sebelah rumahku
Setiap kali beradu mata
Aku hanyut dalam mimpi panjang
Bila malam tiba wajahnya meresahkanku
Gadis mawar bermata bulan
Menghijaukan rumput yang  lama  mengering
Mengalirkan deras impian yang semakin menjauh
Mestikah kubunuh kicau murai di dadaku
Ah, aku semakin  kehilangan langkah
                         (Amuntai  070312)






    AKHIRNYA SAMPAI KE PUNCAK
Kado Ultah buat Arsyad Indradi

Akhirnya sampai juga ke puncak
Setelah menempuh perjalanan berliku
Menelusuri hutan penuh hewan berbisa
Meniti gunung tajam menyayat raga
Akhirnya sampai juga ke puncak
Walau dengan badangsar dada
Menahan perih luka diterkam duri-duri cerca
Menahan duka karena gadaikan harta
Akhirnya sampai juga ke puncak
Berkat darahmu menyatu dengan darah-Nya

(Selamat ULTAH yang ke-63 semoga sehat selalu dan dapat lingdungan dari Allah SWT,amiin)
(Banjarbaru,29 Desember 2012





DIAM
Diam
Pikir mengurai di dalamnya
Bagaikan bola api memanas terus memanas
Ketika  diam itu  pecah
Lahirlah puisi
Membuka dunia penuh makna
(Amuntai   102012))
     










PENGAKUAN
Aku adalah
Guci suci kering isi
Lantunkan nyanyi  sepi
  (Amuntai,132012)
                                         













MENGGAPAI KEABADIAN

Lelaki berjubah putih  tertatih-tatih
Menelusuri  jalan  sambil menahan rintih
Menggapai  Nur keabadian
Lalu asah rindu pada lembar sajadah
Mengusir sepi mengejar janji
Surga dalam angannya
Harapnya membuncah basah
Langkah dipacu zikir diramu
Hua Allah,Hu Allah.Hu Allah
Allah,Allah,Allah
Makin sibuk,makin mabuk
Allah,Hu Allah,Allah,Huallah
Hu,hu,Hu,Hu,Hu,Huuuuhuuu
Semakin lama semakin tenggelam
Lalu diam
Menyatu dalam segala rahasia

                                   

Aku Air Mengalir

Aku adalah air yang mengalir ke hilir
Mengikuti liku-liku takdir
Melantunkan gemericik tasbih
Menjamah lembut tebing kasih-Nya

Aku adalah air, mengalir terus mengalir
Hayutkan kotoran-kotoran jiwa
Berpegang pada sabda dan firman

Aku adalah air berasal dari air
Mengalir terus mengalir

Takkan diam
Takkan dendam
Sebelum mencapai danau-Nya




Jemputan Kepagian

Jemputan itu datang kepagian
Padahal matahari baru dengkuran
Padahal embun dan daun masih bermesraan
Padahal pekerjaan banyak tak terselesaikan
Siapa nyana langkah hanya sependakian

Jemputan itu datang kepagian
Ada duka menghimpit persendian
Bakal apa yang dibawa
Kalau belum tersedia
Kecuali setupuk jelaga jiwa
Akankah didera siksa berkepanjangan?





Kau Ada dalam Diri

Telah kudobrak beribu pintu
Telah kujelajah ruang dan waktu
Telah kuarungi lautan ilmu
Kau tak pernah kutemu
Lelah kumencari
Di mana kau sembunyi

Tuhan,
Kulangkahi jalan tarekat
Ternyata kau begitu dekat
Ibarat tali dengan jerat
Tuhan,
Kau tidak sembunyi
Kau ada dalam diri





Titik-Titik Panjang

Titik-titik panjang tak terbaca
Menyimpan sejuta rahasia
Bermula dari satu titik
Melahirkan beribu titik kehidupan
Dari adam sampai akhir zaman

Titik-titik panjang bermuara dari kodrat-iradat-Nya
Menggulir takdir perjalanan anak manusia
Mempesona anggun jagat semesta
Tapi bukan sebuah sandiwara

Titik-titik panjang menggantang siang-malam
Hitam-putihnya adalah bukti nyata wujud-Nya
Lingkar-bundar adalah sistem pengaturan-Nya
Deret-deret panjang adalah pengintaian-Nya





Perjalanan

Hari-hari yang kujalani
Adalah harimau lapar, yang menerkam sisa lembar hidupku
Bayang-bayang hitam semakin mendekat memburu
Aku jadi terbirit mengejar langkah
Takut kehilangan matahari













Titip Pesan

Wahai angin beri kabar pada gua
Sang pertapa belum bisa pulang
Gairahnya masih terbakar tarian pena
Kalau rindu cumbui saja
Puisi-puisi yang terbaring
Di laci meja












Ketika Nafsu Membakar

Ketika nafsu mekar membakar
Dari pucuk sampai ke akar-akar
Rumput jadi gelisah di pembaringan
Bulan redup
Bintang sembunyi
Menunggu pecah sebuah peristiwa
Di belantara malam







Tahajud

Tengah malam
Gemericik ombak membuih putih
Sepi enggan menyisih
Di atas lembar sajadah
Aku melangkah menyusur pantai
Lalu menyelam ke dalam laut-Nya
Mencari mutiara
Aku kembal ke permukaan
Setelah berjam-jam tenggelam
Tubuh basah dengan resah
Kehilangan sasaran








KEPADA ADAM

Luka yang kau toreh pada diri
Kini menjadi ular besar
Menjalar
Menebar bisa kemana-mana
Yang kena gigitannya
Membekas
Menjadi petaka
Ada yang memanis raa
Tapi, tanpamu
Dunia tiada









       DARAH IMPIAN II

Dari liang mata luka
Mengalirlah darah impian
Menerjuni lembah  dan jeram  keperihan
Menggejolak  rindu
Pada  rembulan
Mencoba menahan panas-Nya
Sambil menyeka keringat
Darah impian darah perjalananku
Membisik dalam gumpalan hitam
Minta hujan











                     TUHAN
Tuhan adalah matahari pemberi warna pada kehidupan
Angin pengembara dari waktu ke waktu tak pernah lelah
Tak pernah berkeluh-kesah
Tuhan adalah gedung beton menampung segala doa dan Pinta
Tiang baja tempat bergelantung segala desah dan resah
Tuhan adalah kabel listrik yang mengalirkan cahaya ke relung hati
Menggemakan ampunan ke hutan-hutan gelap
Tuhan adalah batu laut siap menerima semburan riak, tamparan ombak
Tuhan adalah air yang mengombang-ambingkan perahu
Jalan beraspal melancarkan kendaraan kearah tujuan
Tuhan adalah cinta kasihku yang kucubu tiap waktu
Tuhan adalah cinta kasihku berzat satu bertangan seribu


MIMPI MENJELMA KEKASIH

Aku  lari terengah-engah  dkejar-kejar mimpi
Sebelum tahajud tiba
Ke manapun  pergi
Mimpi itu selalu mendahului sampai ke tempat yang kutuju
Aku lelah main kucing-kucingan
Lalu kuborgol  kedua tangannya
‘hei  jangan  begitu
Aku yang mestinya menangkapmu’
Jangan berisik,bentakku
Dia diam
Dalam diam itu  mimpi
Mengubah dirinya menjadi   seorang  kekasih
Hah,kau
Gerimis turun dikedua  pelataran pipi
Bulan tersenyum malu di balik awan

16 Juni 2011

   KATAMU PEREMPUAN  ITU

Katamu perempuan itu  debur ombak rindu
Penawar duka di relung-relung  malam
Ketika bulan  menebar pesona  diam
Ketika  bunga meremas dendam

Katamu perempuan itu pisau risau
Menorehkan  mata luka di dinding hati suami
Ketika kemarau datang di pertengahan bulan
Ketika dibakar api cemburu

Katamu perempuan itu sutra pelembut rasa
Ketika  mendung  menerpa rumah tangga
Ketika suami  kelelahan habis kerja

Katamu perempuan itu suluh
Pemberi cahaya dan kegelapan
Katamu perepuan itu serigala
Selalu menggonggong  lagkahmu
                                   ( Amt,20 Juni 2012)
              BULAN  JATUH

Bulan seiris  jatuh  tak bergema 
 tersangkut  di ranting cemara
Pucat,  malam tambah pekat
Siapa lagi yang  berbuat ulah tanpa tenggang rasa
Sementara langit  tak mencegah  kepergiannya
Lebih baik kuambil saja  penerang  hidupku  
Pengusir sepiku
Tapi si bulan  enggan  dibawa
Lebih senang bergelantungan
Menikmati  lembutnya belaian dan cumbuan malam
(5 Juli 2011)







                              
           
   MEMBASUH DIRI
Kubasuh bumiku yang keriput
Hilangkan lumpur  berkarat
Terbentanglah jalan putih penuh cahaya
Aku tidak lagi silau  menatap pintu-Nya
Hanya malu
Selama ini aku selalu menjauh mencari jalan lain
Langkahpun jadi terseok ke tepi jurang
“ Berbaliklah! Jangan tempuh jalan itu,berbahaya,”
Aku  terhenti
Setan atau malaikatkah yang menyeru
Atau suara hatiku  yang lelah bicara
Dalam diri tak ada kekompakan
Dalam menelusuri jalan lurus-NYA
Lalu kubasuh   daki-daki dekil dan hitam
kulempar baju yang kupakai  selama ini
Memang kotor dan bau
Hujan telah membasuh diri
Mengubah aku jadi bayi
              (AMT,15 JULI 2011)

                        
RINDU
Dalam bulan ada sungai
Tempat  membasuh rindu
Tempat  menatap diri
Tempat membuang daki
 di saat sepi  menyapa
Dalam bulan ada sungai
menghanyutkan perahu kecilku
menuju  laut-nya

(amt, 20022014)









       Ladang Perawan
Ladang perawan itu ramai dikunjungi para petani
Saat musim mereguk  hangat senyum mentari
Agar tetap lestari sepanjang usia
Ladang perawan itu  jangan sampai kering
Dilanda penantian panjang
Mari  kita minta persetujuan
 Siapa yang mampu menggarap tuk semaikan bibit-bibit
Tak perlu  rebutan  supaya  badai jangan datang
Siapa merasa  hatinya berbalut rindu
Mari bersihkan gulma yang menggerogoti dirinya
Demi masa depan
Ladang  perawan
Ladang  hijau
Tempat  menebar senyum  keturunan





                             JIKA TIDAK INGIN
     Jika tidak ingin diamuk badai jangan berumah di tepi pantai
Jika tidak ingin digoncang angin jangan menjadi pohon yang tinggi
Jika tidak ingin diinjak orang-orang yang lewat jangan jadi batu kerikil
Jika tidak ingin jadi santapan harimau janganlah menjadi elinci
Jika tidak ingin dikejar dan ditendang janganlah menjadi bola
Jadilah tanah agar memperoleh kesabaran
Jadilah air agar bisa dimanfaatkan
Jadilah udara untuk penerus kehidupan
Manusia tak dapat hidup tanpa pijakan
Manusa tak dapat hidup tanpa minuman
Manusia tak dapat hidup pernapasan
Manusia hidup karena karunia tuhan.

amuntai,20
14
                 
Pasang Bendera Kehidupan
Pasanglah bandera pada setiap halaman kehidupan
Kibarkan ke penjuru alam
Bukti perjuangan dan kemenangan
Tak perlu dikibarkan saat kematian
Amunti,2014

















                       KEBANGKITAN

Sore langit bersorak sambil menumpahkan hujan .
Rahmat dan hidayah  telah diturunkan.
Penghuni bumi tidak lagi kekeringan  iman
Semangat  kebersamaan  tumbuh menghijau
Siraman air dari langit
Mengubah langkah
Jalan menuju masjid jadi terbentang
Azan pun berkumandang menggetarkan langit kehidupan.

Amuntai,2014

















   SERUMPUN BAMBU
Ada serumpun bambu tumbuh di tepi jurang
Daun muda sibuk melambai-lambai angkasa
Busungkan dada menantang angin zaman
Akarnya kelelahan merayap mencari topangan
Demi lancarnya napas keluarga tercinta
Ada serumpun bambu di  tengah kota
Tegak berdiri menahan panas persaingan
Sembunyikan identitas diri
Jaga gengsi
Hidup mengais rezeki di belantara malam
Ada serumpun bambu di tengah hutan
Berpijak di tanah hijau
Tak tahan diterpa sengatan kemarau
Satu-satu daun berguguran
Tinggal ranting meranggas sepi
Menahan pukulan badai kehidupan
Ada serumpun bambu di tengah sungai
Basah kuyub
Timbul tenggelam dipermainkan ombak
Hanyut ke hilir
Kehilangan sampan
Kembali ? Tak tahu asal
Akhirnya  hanyut bersama arus
Entah ke mana

                                       





       ZIKIR BURUNG
zikir burung  membuka pagi
Menyegarkan  rasa  bangkitkan  karsa
Ketika  azan di masjid-masjid masih sepi
Ketika manusia masih terbuai mimpi

 zikir burung pagi-pagi
 resahkan ular-ular pemangsa
gairahkan dua merpati merangkai cinta

 zikir burung  di beranda   pagi
sebarkan  berita pada dunia
di sarangnya  terjadi pemutarbalikkan fakta
dan masih nyaring terdengar auman  harimau tua
zikir burung ingtkan  kita yang telena
agar bangkit tegakkan tiang kebenaran
(amt,120515)




PERCUMBUAN MALAM
                         buat Istriku
Malam ini
Kutelusuri hutanmu yang rimbun
Bersuluhkan iman dan firman
Ketika kudaki bukit yang mekar
Gairahpun kian membakar
Lalu kuterjuni  jurangmu yang dalam
Kemesraan semakin memangsa
Percumbuan kita berakhir di kaki malam
Setelah ditikam kelelahan
                                                    







                                                    
TEMPE DAN PISAU
Mula-mula tempe itu diam
Lalu gemetar ketika sebilah pisau menatapnya tajam
Akankah lukaku semakin dalam
Atau terkapar antara detik-detik jam
Pisau itu mendekat perlahan tanpa kedipan
Tempe cepat-cepat sembunyi ditumpukan bayam
“Sayang aku rindu kamu”
Kata pisau sambil memeluk tempe erat-erat
Keduanya terbuai mimpi
Tidak lama terdengarlah desah
Di dalam penggorengan panas mendidih
Tempe terbakar
Pisau tersenyum puas

                                         





CATATAN PERJALANAN MENYAMBUT TAHUN BARU
                                                        Buat Istriku ISNAYATI
Kita sedang berada di ujung batas kota
Sebelum memasuki kota yang di depan mata
Adakah kita  memabawa
 air minum,
makanan
pakaian
 dan uang saku
Buka catatan tahun lalu
Adakah coretan merah, menghiasi perjalanan sebelumnya
Atau masih ada luka menganga yang memedihkan rasa
Adakah masih penat atau  bosan  menggerogoti  kita
Tahun depan ini
Kita perbaharui langkah dan arah perjalanan
Agar tidak sering cekcok dan jadi tontonan
Kita ubah luka menjadi bara
Eratkan tali kasih sayang
Jangan sampai putus  ditiup angin fitnah perselingkuhan
Mari  beragndengan tangan
Menapaki masa depan
Memperbanyak tabungan akhirat
Dan menebar sedekah di setiap langkah
  (Amuntai,19 Desember 2013)

















BODATA    PENULIS
   Fahrurraji Asmuni, dalam dunia tulis-menulis pernah  meggunakan nama Raji Abkar, Fahrurraji,As al-Alaby, Frasmuni, Raji Leonada (Face Book) adalah guru SMA Negeri 1 Amuntai.Juga menjadi tutor UPBJJ-  Banjarmasin-UT-Pokjar Danau Panggang, Disdikbud  HSU, sebelumnya menjadi tutor pada penyataraan
S-1 Guru SD UT-Pokjar  Lampihong , kab.Balangan.
       Pendidikan yang ditempuhnya setelah lulus SMA  Amuntai, DII  Bahasa Indonesia FKIP Unlam  (1986), DIII Bahasa Indonesia-UT  (1999), S-1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia-Daerah   (PBSID) FKIP Unlam (2003) dan S-2 Manajemen Pendidikan, STIE Pancasetia (lulus 2011, wisuda Oktober 2012)
      Mulai terjun ke dunia tulis-menulis sejak tahun 1982. Karya-karyanya berupa esai, puisi, dan cerpen pernah dimuat di berbagai media seperti Banjarmasin Post, Serambi Ummah, Majalah Kiblat-Jakarta, Sahabat Pena, Suara Aisyiyah-Yogyakarta, Radar Banjar, Buletin Cangkal dan Cerdas (Amuntai). Puisi-puisinya terhimpun dalam antologi tunggal, di antaranya Darah Impian (1982), Tragedi (1984);  Elite Penyair Kalsel 1979-1985 (antologi bersama, 1988), Bintang-Bintang Kasuma I (Antologi 11 penyair Hulu Sungai Utara, 1984), Seribu Sungai Paris Berantai (antologi penyair Kalsel, Aruh Sastra III di Kota Baru,  2006), Ronce Bunga Mekar (antologi penyair Banua Enam, 2007), Mahligai Junjung Buih (antologi puisi dan cerpen Sastrawan Hulu Sungai Utara, 2007),  Tarian Cahaya   Sanggam , Antologi Puisi Penyair Kalsel, ( Aruh Sastra V di Balangan,  2008), Doa Pelangi di Tahun Emas , Antologi Puisi  Penyair Kalsel,. ( Aruh Sastra VI di Marabahan, 2009), Menyampir Bumi  Leluhur, Antologi Puisi Penyair Kalsel, ( Aruh Sastra VII di Tanjung, 2010) ,Antologi Puisi Penyair Kalsel (ASKS VIII Barabai,2011), Sungai Kenangan, antologi puisi penyair Kalsel, ASK IX Banjarmasin, th. 2012, .Antologi “Kepak Sayap Sastra Banua untuk Kemanusiaan”,ASK X,Banjarbaru,2013 dan Antologi “Membuka Cakrawala Menyentuh Fitrah Manusia” ASK XI,di Rantau,2014
         Kumpulan cerpen dan cerita yang telah dirilisnya adalah Kuning Padiku, Hijau Hidupku (1984), Sang Guru (1990), Pengabdian (1995), Dialog Iblis dengan Para Shalihin (2000), Datu-Datu Terkenal Kalsel (2001), dan Kena Tipu (2005).
         Karya yang lain adalah  Mengenal Sastra Lisan Banjar Hulu (untuk Muatan Lokal tingkat SLTP) terbit  2001, Sastra Lisan Banjar Hulu  (yang sudah punah dan masih  hidup) terbit 2009, Antologi cerpen siswa SMA ” Diteror 100 Jam” , editor (Juni,2010), Tutur Candi (September, 2010) dan Kumpulan Kisah Humor Bahasa Banjar (Desember, 2010);  Ketika Api Bicara, kumpulan cerpen Antologi bersama, 2011); Putri Junjung Buih, kumpulan cerita daerah, antologi bersama penulis  HSU, 2012) ; Kiat Menulis dan Cerpen Pilihan, antologi cerpen bersama (2012), Nyanyian Kerbau Rawa,antologi bersama  (GPM Amuntai, 2013); Syekh Abdul Hamid Abulung,Korban Politik Penguasa, Penerbit Hemat,Amuntai , 2013; dan Sajadah Iblis,Penerbit Hemat, Amuntai (2013)
         Selain  menulis, penulis aktif diorganisasi seni sastra seperti Sanggar Budaya Sastra Sukmaraga (termasuk salah seorang pendiri ) yang sekarang berganti nama Sanggar ”Payung Kambang”.Di sanggar Payung Kambang sebagai sekretaris II; Dewan Kesenian Daerah ,sebagai seksi/bagian menangani Sastra ( sejak 2004 – sekarang); Ketika di Banjarmasin  (1983 – 1986) aktif baca puisi di RRI Nusantara III Banjarmasin pada acara Untaian Mutiara Sekitar Ilmu dan Seni, asuhan Hijaz Yamani dan aktif mengikuti diskusi sastra di GOS Kayu Tangi; Anggota Sanggar Sesaji Banjarmasin, pimpinan Rudi Karno (1983 -1986) ; Anggota Teater PGRI HSU; Ketua KSI daerah Amuntai (2011- sekarang) . Juga aktif membina siswa yang berminat terhadap sastra dan teater di SMAN 1 Amuntai.
       Prestasi yang pernah diraihnya
1. Juara III Baca Puisi Kepalawanan (1989)
2. Juara II  Baca Puisi HUT Sanggar Sukmaraga (1995)
3. Juara I Lomba Karya Tulis Porseni PGRI VI, HSU
    (1996)
4. Juara I Drama Monolog HUT PGRI VI HSU (1996)
5. Juara II Guru Teladan Kab.HSU (1997)
6. Juara Harapan I Lomba PTK Kab.HSU (2007)
7. Juara I Guru Berprestasi TK SLTA,kab.HSU (2007)

Selain itu, juga menerima hadiah seni sastra dari kesultanan Banjar, Martapura,16 November 2013 atas dedikasinya pengembang seni sastra dan budaya daerah dan anugerah seni sastra dari Gubernur Kalsel, 14 Agustus 2014. 
Alamat : Jalan Negara Dipa, Komplek 10 RT.8 No. 066 Kelurahan Sungai Malang, Amuntai.
facebook : faraji413@gmail.com / Raji Leonada dan Fahrurraji Asmuni
twitter     : @rajileonada
instagram  : faraji413 
bbm            : 55562f58
Line             : raji leonada
Path            : raji leonada
Wablog       : rajileonada
Badoo         
Hp .               081254575262