NGEPAK NGEPAK
Aku
mengepak-ngepak tingi tanpa sayap
Menyisir
langit
Menerobos
mendungmu yang tergeletak di ufuk-ufuk
Menepis
duka pelangi di hammparan senja
Aku
mengepak-ngepak terus mengepak
Tanpa
hiraukan badai tanpa pedulikan topan
Lalu
menukik tajam mmembelah awan
Memetik
setangkai melati yang terbaring di bak sampah peradaban
Kusematkan
di dadamu dalam malam malam
Agar
kau tahu betapa perlunya uluran tangan kebajikan
Aku
mengepak-nngepak terus mengepak
Berkeliling
kota ,mmemasuki segala desa
Mengukir
kata menebar doa agar terhindar dari
bala bencana
Mengepak-ngepak
terus mengepak ngepak pak pak pak
Tak
kubiarkan sembilu mengiris diri
Supaya
hidup berseri dan berperi
Mengepak
ngepak berkelepak kelepak
Tak
tahan merasakan panasnya perseteruan
Antar
sesama antar kerabat bangsa
Ngepak-ngepak mengepak ngepak
Aku
lelah ingin istirahat di pangkuan-Nya
Damai
Damai
Damai
(amuntai,Mei2015)
ELEGI SEBUAH LUKA
Malam
ini kutuangkan duka dalam panginangan
Setelah
dibungkus dengan daun sirih hijau
Besok
kukirim ke alamatmu
Agar
kau bisa mencicipi betapa pedihnya
Kena
sayatan pisau belatimu
Katanya
kau cinta
Katanya
kau sayang
Mengapa setiap smsmu
selalu berwujud ular berbisa
Yang
menggigit seluruh sendi rasaku
Sampai
menyandra tidurku dalam pelukan waktu
Atau
hanya sebuah permainan
Agar
aku terombang-ambing di samudra harap
Sebelum
terlelap di ranjang abadi
Malam
ini
Aku
tak habis tanya mengapa kita dulu
Mau
membentangkan tali di antara dua kutub
Lalu sama-sama tenggelam
dalam lumpur kemesraan
“Kang
kita telah berlayar tanpa bahtera
Mari
eratkan pegangan agar tidak ditelan hiu
Sebelum
menggapai pulau idaman”
Kita pun bagai penganten
baru yang selalu merapatkan barisan
Bila kehausan lalu meminum jos kenikmatan tanpa mengenal siang atau
malam
Malam
ini
Aku
kembali kesepian meratapi kepergianmu
Setelah
semua isi sumur terkuras habis
Sebelum
musim datang menyapa
(Amuntai, 27 Februari 2013)
SEONGGOK BARA
Aku hanya seonggok bara yang
ditinggalkan api
Padahal aku tak pernah memimpikan
hujan yang mau mengantarkan ke lembah sepi
Sebelumnya aku telah bersedia menjadi
dahan kering untuk santapan ego serakahmu
Kau cumbu aku dengan mesra di bawah
purnama malam minggu
Lalu
kau tinggalkan aku terkapar bersama bangkai-bangkai penyesalan
Kau
telah menjadi ular dengan mulut manis memutiki daun-daun muda yang telah
terlepas dari tangkai
Dengan lidah apimu kau bakar mereka
hingga menjadi abu beterbangan di jalan-jalan
Mengganggu pernapasan dan merusak
tata aturan lalulintas pergaulan
Ah,siapa yang peduli ketika kau
menebarkan debu-debu hitam
Sementara kiyahi sibuk ceramah di
masjid-masjid dan musalla
Lupa menengok keluar bahwa generasi
penerus butuh bimbingan
Dan aku yang terlempar dari keluarga
karena telah jadi bara
Ingin kembali berkobar menjadi api
Ingin membakar api-api liar yang
menghanguskan masa depan genderku
Tapi aku sadar
Aku hanya seonggok bara yang
ditinggalkan api
Tak punya kekuatan
Tak punya harapan
Untuk kembali seperti semula
Aku gelas-gelas kaca yang telah retak
(dingin malam berselimut sepi, 10
Januari 2013)
JERIT SUNGAI
Kau
dengarkah jerit sungai kehilangan
air
Dirampas kemarau yang datang dengan
tiba-tiba tanpa aba-aba
Sementara nelayan abut mencari
pengayuh ulin
Untuk menyangga jukung agar tidak
mencium mesra batu cadas
Yang berjejer di
lereng-lereng sungai
Kau dengarkan jerit sungai
malam-malam
Tak mau disetubuhi danau
beramai-ramai
Karen a telah ditulis ikrar bahwa yang seatap tidak boleh menjalin cinta
Agar kedamaian tetap terjaga dalam
mengembangkan rumah tangga
Kau dengarkah jerit sungai di
bentaran waktu
Mengharap belas kasih hujan
mengucurkan kesegaran
Sehingga haus tak lagi menggelitiki kerongkongannya
Ataukah bersabar menunggu musim baah
sehingga alur-alurnya jadi basah
Kau dengarkah jerit sungai di
koran-koran
Karena boldozer mau meartakannya
dengan daratan
Kau dengarkah wahai para petinggi
Keluhan-keluhan dari para jelata yang sengsara?
(banjarbaru. Siang bolong,10 Januari
2013)
PERAHU
Akulah perahu
Akulah perahu
yang
merenangi sungaimu
dari
hulu ke hilir
dari
tebing hingga tepian seberang
.Aku
tak peduli
meski sebelumnya sudah ada
beberapa
perahu
berlabuh
menelusuri alurmu
.Aku
tak peduli
suatu
saat akan terjadi kemarau
hingga
airmu tak lgi membasah lidah
atau
menyejuk rasa.
Aku
jug tak peduli
bila
ada perahu lain
menguntit
langkahku
Segalanya
telah
kutumpahkan
dalam
kolam hatimu.
(Amuntai,9 Maret 2013) :
(Amuntai,9 Maret 2013) :
SENYUM PELANGI
Pelangi
tersenyum di beranda langit
Mengantarkan
perjalananku ke ujung senja
Pelangi,
aku ingin titip salam
pada
malaikat
Mengapa
dia lupa tumpahkan hujan
Padahal
kemarin sudah janji
Menyiram langkah penuh debu
agar tidak layu ditelan panasnya penderitaan
Dalam perjalanan
Bila magrib tiba aku ingin
mengumandangkan azan
Lalu bersujud di
haribaannya
Pelangi senyummu pengobar
semangat hidup
yang hampir kehabisan langkah
dalam menghitung hitam
putih
yang membekas di lembar
pengembaraan
Pelangi
bila sepertiga malam
jemputlah aku
di depan masjid
siap
pergi bersamamu ke hadapan paduka Sultan
DI UJUNG PERJALANAN
Untuk ananda Rezqie Atmanegara
Akhirnya
kita sampai di penghujung jalan
Walau keringat basah bercampur resah
Walau
cermin tempat mengaca pecah
Kitapun telah meluruskan langkah
segarkan
pikiran menerjuni sungai dan telaga
Lalu
bersama mengikat diri
Lalu
bersama melangkah lagi
Gelak
tawa satwa
Desis
ular sawa
Dan
seringai kera di pohon para
Adalah
semangat saling mesra dan membuka rasa
Di
ujung perjalanan ini
Kita mengasah
pisau
Membelah
bulan
Mengiris
matahari
(Amuntai,22
Januari 2013)
PETUALANG SERIBU KAKI MENUJU BULAN
Kepada Arsyad Indradi
Petualang seribu kaki menuju bulan itu
Terus melangkah
Tak pernah lelah, tak terdengar keluh kesah
Hutan rimba dijelajahinya walau dihadang ular sawa
Lautan luas diseberangi walau tanpa perahu
Sayapmu lebar selebar angkasa
Mudah melanglang buana ke mana-mana
Petualang seribu kaki menuju bulan itu
Terus melangkah menelusuri bukit dan lembah
Mencari Rumi,
Mencari Algazali
Mencari Yazid Bustami
Mencari Khaidir
Diambilnya tongkat Musa dibelahlah laut
Menyelam ke dasar makrifat
Melantunlah Hu Allah, Hu Allah disetiap denyut nadinya
Hakikat diri ya Nur Muhamad ya Nurullah
Leburlah, aku dan kau tida beda
Satu dalam langkah satu dalam ibadah
Amuntai, 2 Januari 2013
Kepada Arsyad Indradi
Petualang seribu kaki menuju bulan itu
Terus melangkah
Tak pernah lelah, tak terdengar keluh kesah
Hutan rimba dijelajahinya walau dihadang ular sawa
Lautan luas diseberangi walau tanpa perahu
Sayapmu lebar selebar angkasa
Mudah melanglang buana ke mana-mana
Petualang seribu kaki menuju bulan itu
Terus melangkah menelusuri bukit dan lembah
Mencari Rumi,
Mencari Algazali
Mencari Yazid Bustami
Mencari Khaidir
Diambilnya tongkat Musa dibelahlah laut
Menyelam ke dasar makrifat
Melantunlah Hu Allah, Hu Allah disetiap denyut nadinya
Hakikat diri ya Nur Muhamad ya Nurullah
Leburlah, aku dan kau tida beda
Satu dalam langkah satu dalam ibadah
Amuntai, 2 Januari 2013
KETELA REBUS
Akulah ketela rebus yang kau remas-remas dalam malam-malam
Lalu ditenggelamkan dalam rinjing kebejatan
Teriakku mengaduh kesakitan kau anggap sebagai sindin hiburan
Geliat kejang-kejang tubuhku kau anggap tarian rangsangan
Setelah puas mempermainkan dengan sendok kulung
Kau pajang aku setengah telanjang
sambil ditawarkan kepada setiap lelaki yang melintas
Ingin berontak tapi tak berdaya
Aku tak punya sanak saudara sebagai pembela
Akulah ketela rebus yang kau remas-remas dalam malam-malam
Lalu ditenggelamkan dalam rinjing kebejatan
Teriakku mengaduh kesakitan kau anggap sebagai sindin hiburan
Geliat kejang-kejang tubuhku kau anggap tarian rangsangan
Setelah puas mempermainkan dengan sendok kulung
Kau pajang aku setengah telanjang
sambil ditawarkan kepada setiap lelaki yang melintas
Ingin berontak tapi tak berdaya
Aku tak punya sanak saudara sebagai pembela
Akulah
ketela rebus yang dibawa dari desa
Berkuah lumpur di tengah kota
(Amuntai, 17 Februari 2013)
Berkuah lumpur di tengah kota
(Amuntai, 17 Februari 2013)
TAK PEDULI
Lampu-lampu itu tak berkedip
menatapku di sepi malam
Aku tak peduli
Terus menelusuri jalan berliku dan
lorong-lorong gelap
Akupun terjun ke dalam lumpur hitam
bersamamu
“Hei,jalan lurus terbentang penuh
cahaya
Mengapa kau menanam jejak di situ. Kotor.
Kembalilah sebelum terompet
keberangkatan dibunyikan”
Kata sebuah suara memecah kekhusyukan
“Aku tidak akan menjadikan gulma pada langkah
yang kuayun
Dalam garis-garis takdir,” sahutku
tanpa balikkan badan
“Ei
lelatu jalanan,berhenti.
Di depanmu ada jurang menganga
Siap mengunyah-ngunyah krempengmu.”
Aku mempercepat langkah
Buk, aku terjatuh
“Tolong aku dalam bahaya”
“Kau, tak percaya akan nasihatku”
Lalu sepi
Kebenaran telah mati?
(Amuntai,10
Februari 2013)
HASRAT
I
Bila kutatap fotomu di sepi malam
Tercium bau wangi menebar rindu pada
sembilu
Sebenarnya tidak ada benang biru di antara
kita
Namun hatiku selalu mengeja namamu
Setiap detik dan setiap langkah
Ah, aku takut menyeberangi jurang menganga
Dan tak ingin hancur karena ketidak pastian
Amuntai,24
Juni 2013
HASRAT
II
Untuk
Bunda BELQIS
Nyanyian cintamu menyentuh kalbuku
Akupun ingin jadi penyanyi sepertimu
Agar kita bisa bersatu di panggung
Melambaikan tangan pada dunia
Tapi
kita dibatasi jeruji
Kau dilangit
Aku di bumi
Amuntai,24 Juni 2013
PAJANGAN
Aku
duduk di beranda rindu
Menghitung detik-detik waktu
Sementara kau di seberang sana
Mabuk bermain mesra di taman bunga
Kau telah ciptakan benang kusut di antara kita
Inikah namanya cinta
Inikah namnya sayang
Aku hanya di pajang di pelabuhan penantian
Aku,kau biarkan di telan ombak kekecewaan
(malam sepi,25 Nov.2013)
Menghitung detik-detik waktu
Sementara kau di seberang sana
Mabuk bermain mesra di taman bunga
Kau telah ciptakan benang kusut di antara kita
Inikah namanya cinta
Inikah namnya sayang
Aku hanya di pajang di pelabuhan penantian
Aku,kau biarkan di telan ombak kekecewaan
(malam sepi,25 Nov.2013)
DEBUR OMBAK SAMUDERA
Dinda
Kau dengarkah debur Ombak samudera dalam dada
meredam rindu padamu nan jauh di sana
Kukirim kata telangkai jiwa
Cinta bersemi tanpa tatap muka
Kutunggu kabar darimu
Walau lewat angin kembara
(malam,sepi,2 September 2013)
Dinda
Kau dengarkah debur Ombak samudera dalam dada
meredam rindu padamu nan jauh di sana
Kukirim kata telangkai jiwa
Cinta bersemi tanpa tatap muka
Kutunggu kabar darimu
Walau lewat angin kembara
(malam,sepi,2 September 2013)
DRAMA PERCINTAAN
Tuk Isna
Senyummu
mengembang di cakrawala mayaku
ketika
rambutmu kubelai menujuh pelangi
pasrahmu adalah sebuah pengorbanan
yang tak kusiasiakan
kitapun
terbang mengarungi angkasa
sambil
menikmati manisnya malam
cinta
kita yang dipupuk setiap hari
Tumbuh
subur dengan kencan dan kecupan
Akhirnya
berbuah persenggemaan
Kisahpun
usai
Semuanya
telah tabalangsai
(Amuntai,28 Juni 2013)
BENIH CINTA
Kusemai benih cinta di ladang ladang biru
padahal musim akan berganti
Akankah tumbuh menjadi pohon tempat orang tua
berteduh di ujung perjalanan
Atau benih kita hanyut dibawa airbah yang
datang tanpa diundang
Kusemai benih cinta karena tumpah birahimu
malam malam
Bekasnya disiram dengn air pengertian agar
tidak tercium tikus tikus nakal
Ketika kau kutinggalkan berlayar
Agar buahnya tidak cacat moral
( Amuntai,2 Juli 2013)
MENCARI TANGGA
Mencari tangga
Tuk memetik rembulan
Karena langit tak bertiang
Ataukah aku terus berdiri di sepi malam
Memandanginya tanpa jemu
Sebagai pengobat rindu membubuk
Mencari tangga
Tuk menghindari banjir
kayu
ulin dijadikan bahan ekspor
Dan batu bara dilahap harimau lapar
Sementara rembulan menitikkan air mata
Kehilangan pekerjaan penali hidup
( 2
April 2013)
BANYU TATAMBA
Hujan itu
telah menyapa dengan ramah di depan rumah
Airnya kutanai dalam gadur batu , kusimpan
di apar-apar
untuk dijadikan tatamba
Untuk
membasuh luka-luka yang telah mongering
karena bacakut sesama papadaan
Atau
digunakan untuk menyiram api
yang
membakar dendam berkepanjangan di sekitar rimba rumah tangga
(11 Juni 2013)
SEANDAINYA AKU KORUPTOR
Aku segera serahkan diri tanpa basa basi
Rela masuk penjara
Mendekam beberapa lama
Pisah dengan sanak saudara
Demi menebus dosa
Aku
sadar
Akulah koruptor berjiwa kotor
Bicara ngawur
Kerja ngalantur
Akulah tikus yang berdasi itu
Pembobol lumbung-lumbung Negara
Membuat sengsara rakyat
Kedudukan ku hanya lambang
Tuk melindungi berbuat curang
Tuhaan
siksalah aku dengan seribu dera
Karena perbuatanku sangat tercela
Membawa petaka bagi Negara
(Amuntai ,27/07/2013)
KITA BICARA SERIBU RASA SERIBU
DUKA
Kita bicara dengan seribu rasa seribu duka
Karena hukum hanya jadi injakan semata
Penguasa tak
berdaya
KPK
hanya bulan-bulanan para koruptor
Kita bicara dengan seribu rasa seribu
duka
Lumbung-lumbung Negara dibobolnya
Rakyat semakin menderita
Hidup di Negara kaya raya berkuah air
mata
Kita bicara dengan seribu rasa seribu duka
Gantung koruptor kalau tidak negara
hancur
Gantung koruptor kalu Negara ingin
makmur
(Amuntai, 28/07/2013)
SIAPA LAGI SELAIN PENYAIR
Siapa lagi yang perangi koruptor selain penyair,karena KPK
mabuk cari data tapi hasilnya tak
seberapa,Hukum diinjak-injak dengan
pongahnya,Presiden tak punya sengat dan daya upaya,LSM kehabisan kata untuk
bicara
Siapa lagi yang perangi koruptor selain penyair
Ketika hasil bumi dikuras
untuk kepentingan penguasa,ketika
Masalah Bank Century dibiarkan berlalu begitu,ketika BBM terus dinaikkan,
Ketika rakyat semakin melarat dan hidup
sekarat
Siapa lagi yang perangi koruptor
selain penyair
kalau semua aparat langkahnya berkarat,kalau
semua anggota DPR tak melaksanakan amanat ,kalau penegak hukum suka terima
imbalan
(Amuntai, 28/07/2013)
PENYAIR
YANG MAMPU MENEBANG POHON
Bagai pohon beringin
daunnya rimbun
Akarnya kuat menancap di
bumi tercinta
Selama ini pemerintah hanya memotong
daun dan ranting
Batangnya dibiarkan tumbuh
dan membesar
Akarnya terus menghunjam mengisap
kekayaan kita
Enam musim,enam berganti presiden
mereka tak goyah
Pemerintah,DPR, Menteri adalah mata
rantai persengkolan
Siapa yang mampu memutus
mata rantai
Siapa yang mampu menumbangkan pohon
berikut akarnya
Jawabnya Penyair.
(Amuntai, 27 Juli 2013)
KORUPTOR VS PENYAIR
Koruptor adalah tikus abu-abu yang
menggerogoti tanaman di kebun-kebun dan di sawah-sawah
Lalu
hidupnya menjadi WAH ke mana-mana dengan mobil
mewah
Dia balikkan fakta agar terlepas dari
penjara dan undang-undang yang menjeratnya
KPK pun telah lelah data dan
fakta hasilnya terasa cuka
SBY
angkat bicara tapi tak selantang
pada awalnya karena punya luka mengannga
Hakim dan jaksa dengan renyah tertawa
dapat objekan dan jasa
LSM sembunyi dibalik kaca membisu
seribu kata
Lalu para Ulama menggemakan fatwa di
setiap majelis dan podium tak berbekas apa-apa
Koruptor adalah penguasa tertinggi di
Negeri Hitam
Indonesia dalam genggamannya
Hutan ditebangi
Minyak diekspor keluar negeri
Batu bara dikantongi
Kemiskinan mulai bertahta di negera
kaya raya
Para demonstran lunglai ketika dapat
amplop isinya lembar-lembar merah
Semua jadi terlena menonton permainan
sandiwara mereka
Tiba-tiba para koruptor tersentak
kaget
Ketika para penyair meneriakkan kata
“basmi korupsi tangkap koruptor”
Teriakan mereka menggema di mana-mana, baik di kota atau di
pelosok desa
Para koruptor semakin takut,nyalinya
semakin ciut
Karena teriakan para penyair adalah
suara kebenaran
Bukan
hasil sogokan
Amuntai,29 Juli 2013
DERAP LANGKAH
Dengan derap langkah mengharum bunga
Kita lewati jembatan bambu
Mencari jejak matahari yang ditelan senja
Dalam rimba kebencian
Tapi tak bersua
Dengan derap langkah terpatah-patah
Kembali kita lewati jembatan bambu
Sambil menahan erangan pilu
Tersayat sembilu
Yang kita ciptakan sendiri
Kembali tanpa memeluk matahari
Leluhur kita
(revisi,malam sendu, Sabtu ,5 Januari 2013)
Dengan derap langkah mengharum bunga
Kita lewati jembatan bambu
Mencari jejak matahari yang ditelan senja
Dalam rimba kebencian
Tapi tak bersua
Dengan derap langkah terpatah-patah
Kembali kita lewati jembatan bambu
Sambil menahan erangan pilu
Tersayat sembilu
Yang kita ciptakan sendiri
Kembali tanpa memeluk matahari
Leluhur kita
(revisi,malam sendu, Sabtu ,5 Januari 2013)
HUJAN MALAM
Hujan malam membasahi daun-daun mengkudu
Dinginnya berkabar padamu yang terbuai mimpi
Adakah terbersit kembali membenahi catatan halaman pertamaku
Yang kau obrak-abrik beberapa musim yang lalu
Ataukah kau biarkan saja menyatu dalam kekusutan seperti itu
Tanpa mengecap indahnya pelangi sore
Hujan malam membasahi daun-daun mengkudu
Ada deburan ombak membasah dada
Ketika dikecup dingin dan sepi
Ketika tersingkap jandela masa lalu
Hujan malam membasahi daun-daun mengkudu
Aku bangkit dari dengkuran sepi
Tanggalkan selimut diri
Berlari menjemput pagi
Menunggumu di perbatasan hati
(Petang Jumat,1 Februari 2013
Hujan malam membasahi daun-daun mengkudu
Dinginnya berkabar padamu yang terbuai mimpi
Adakah terbersit kembali membenahi catatan halaman pertamaku
Yang kau obrak-abrik beberapa musim yang lalu
Ataukah kau biarkan saja menyatu dalam kekusutan seperti itu
Tanpa mengecap indahnya pelangi sore
Hujan malam membasahi daun-daun mengkudu
Ada deburan ombak membasah dada
Ketika dikecup dingin dan sepi
Ketika tersingkap jandela masa lalu
Hujan malam membasahi daun-daun mengkudu
Aku bangkit dari dengkuran sepi
Tanggalkan selimut diri
Berlari menjemput pagi
Menunggumu di perbatasan hati
(Petang Jumat,1 Februari 2013
BULAN BERSELENDANG AWAN
Kuseka air mata yang merayap di daratan pipi
Kutatap onggokan tanah basah dengan dua menara
Kemudian melangkah ke masa lalu
Terbukalah album lusuh
Terpampanglah kisah rembulan berselendang awan
Bermula pertemuan pertama di aula lantai II Unlam
Mata bertemu mata
Menggoreskan cahaya di lembaran hati
Bermekaranlah harapan mewangi diambang sore
Seusai kuliah asuhan Pa Jebbar
Ia memberi isyarat hatipun jadi berdebar
Ketika pulang jalan bersama
“Bang, ada sebuah kolam bening menunggu kehadiran seekor ikan
Kutatap onggokan tanah basah dengan dua menara
Kemudian melangkah ke masa lalu
Terbukalah album lusuh
Terpampanglah kisah rembulan berselendang awan
Bermula pertemuan pertama di aula lantai II Unlam
Mata bertemu mata
Menggoreskan cahaya di lembaran hati
Bermekaranlah harapan mewangi diambang sore
Seusai kuliah asuhan Pa Jebbar
Ia memberi isyarat hatipun jadi berdebar
Ketika pulang jalan bersama
“Bang, ada sebuah kolam bening menunggu kehadiran seekor ikan
agar sepi tak lagi memagut tepian “
“ Ikan siap merenangi kolam bening sepanjang waktu.”
“ Ikan siap merenangi kolam bening sepanjang waktu.”
Lalu mendaratlah sebuah ciuman terima kasih
Gayung telah bersambut
Jalan terbuka lebar
Matahari bersinar terang di depan mata
Tiga tahun memintal benang menjadi kain
Musyawarah berbuah mupakat
Jatur kuning akan dipancang tanggal muda bulan muda
Undangan biru sebar ke handai tolan
Malam sebelum bersanding di pelaminan
Anisyah tabrakan di perempatan jalan
Kepala pecah tulang kakinya patah
Hari perkawinan berubah jadi hari kematian
Kepergian Anisyah belati menikam diriku
(Malam sepi,21 Februari 2013)
Gayung telah bersambut
Jalan terbuka lebar
Matahari bersinar terang di depan mata
Tiga tahun memintal benang menjadi kain
Musyawarah berbuah mupakat
Jatur kuning akan dipancang tanggal muda bulan muda
Undangan biru sebar ke handai tolan
Malam sebelum bersanding di pelaminan
Anisyah tabrakan di perempatan jalan
Kepala pecah tulang kakinya patah
Hari perkawinan berubah jadi hari kematian
Kepergian Anisyah belati menikam diriku
(Malam sepi,21 Februari 2013)
GADIS MAWAR
BERMATA BULAN
Gadis mawar bermata bulan
Keluarga rumpun bambu
sebelah rumahku
Setiap kali beradu mata
Aku hanyut dalam mimpi
panjang
Bila malam tiba wajahnya
meresahkanku
Gadis mawar bermata bulan
Menghijaukan
rumput yang lama mengering
Mengalirkan deras impian
yang semakin menjauh
Mestikah kubunuh kicau murai di
dadaku
Ah, aku semakin kehilangan langkah
(Amuntai 070312)
AKHIRNYA SAMPAI KE PUNCAK
Kado Ultah buat Arsyad Indradi
Akhirnya sampai juga ke puncak
Setelah menempuh perjalanan berliku
Menelusuri hutan penuh hewan berbisa
Meniti gunung tajam menyayat raga
Akhirnya sampai juga ke puncak
Walau dengan badangsar dada
Menahan perih luka diterkam duri-duri cerca
Menahan duka karena gadaikan harta
Akhirnya sampai juga ke puncak
Berkat darahmu menyatu dengan darah-Nya
Kado Ultah buat Arsyad Indradi
Akhirnya sampai juga ke puncak
Setelah menempuh perjalanan berliku
Menelusuri hutan penuh hewan berbisa
Meniti gunung tajam menyayat raga
Akhirnya sampai juga ke puncak
Walau dengan badangsar dada
Menahan perih luka diterkam duri-duri cerca
Menahan duka karena gadaikan harta
Akhirnya sampai juga ke puncak
Berkat darahmu menyatu dengan darah-Nya
(Selamat ULTAH yang ke-63 semoga
sehat selalu dan dapat lingdungan dari Allah SWT,amiin)
(Banjarbaru,29 Desember 2012
(Banjarbaru,29 Desember 2012
DIAM
Diam
Pikir
mengurai di dalamnya
Bagaikan
bola api memanas terus memanas
Ketika diam itu
pecah
Lahirlah
puisi
Membuka
dunia penuh makna
(Amuntai 102012))
PENGAKUAN
Aku
adalah
Guci
suci kering isi
Lantunkan
nyanyi sepi
(Amuntai,132012)
MENGGAPAI
KEABADIAN
Lelaki berjubah putih tertatih-tatih
Menelusuri
jalan sambil menahan rintih
Menggapai
Nur keabadian
Lalu asah rindu pada lembar sajadah
Mengusir sepi mengejar janji
Surga dalam angannya
Harapnya membuncah basah
Langkah dipacu zikir diramu
Hua Allah,Hu Allah.Hu Allah
Allah,Allah,Allah
Makin sibuk,makin mabuk
Allah,Hu Allah,Allah,Huallah
Hu,hu,Hu,Hu,Hu,Huuuuhuuu
Semakin lama semakin tenggelam
Lalu diam
Menyatu dalam segala rahasia
Aku Air Mengalir
Aku adalah air yang mengalir ke hilir
Mengikuti liku-liku takdir
Melantunkan gemericik tasbih
Menjamah lembut tebing kasih-Nya
Aku adalah air, mengalir terus mengalir
Hayutkan kotoran-kotoran jiwa
Berpegang pada sabda dan firman
Aku adalah air berasal dari air
Mengalir terus mengalir
Takkan diam
Takkan dendam
Sebelum mencapai danau-Nya
Jemputan Kepagian
Jemputan itu datang kepagian
Padahal matahari baru dengkuran
Padahal embun dan daun masih bermesraan
Padahal pekerjaan banyak tak terselesaikan
Siapa nyana langkah hanya sependakian
Jemputan itu datang kepagian
Ada duka menghimpit persendian
Bakal apa yang dibawa
Kalau belum tersedia
Kecuali setupuk jelaga jiwa
Akankah didera siksa berkepanjangan?
Kau Ada dalam Diri
Telah kudobrak beribu pintu
Telah kujelajah ruang dan waktu
Telah kuarungi lautan ilmu
Kau tak pernah kutemu
Lelah kumencari
Di mana kau sembunyi
Tuhan,
Kulangkahi jalan tarekat
Ternyata kau begitu dekat
Ibarat tali dengan jerat
Tuhan,
Kau tidak sembunyi
Kau ada dalam diri
Titik-Titik Panjang
Titik-titik panjang tak terbaca
Menyimpan sejuta rahasia
Bermula dari satu titik
Melahirkan beribu titik kehidupan
Dari adam sampai akhir zaman
Titik-titik panjang bermuara dari
kodrat-iradat-Nya
Menggulir takdir perjalanan anak manusia
Mempesona anggun jagat semesta
Tapi bukan sebuah sandiwara
Titik-titik panjang menggantang siang-malam
Hitam-putihnya adalah bukti nyata wujud-Nya
Lingkar-bundar adalah sistem pengaturan-Nya
Deret-deret panjang adalah pengintaian-Nya
Perjalanan
Hari-hari yang kujalani
Adalah harimau lapar, yang menerkam sisa
lembar hidupku
Bayang-bayang hitam semakin mendekat
memburu
Aku jadi terbirit mengejar langkah
Takut kehilangan matahari
Titip Pesan
Wahai angin beri kabar pada gua
Sang pertapa belum bisa pulang
Gairahnya masih terbakar tarian pena
Kalau rindu cumbui saja
Puisi-puisi yang terbaring
Di laci meja
Ketika Nafsu Membakar
Ketika nafsu mekar membakar
Dari pucuk sampai ke akar-akar
Rumput jadi gelisah di pembaringan
Bulan redup
Bintang sembunyi
Menunggu pecah sebuah peristiwa
Di belantara malam
Tahajud
Tengah malam
Gemericik ombak membuih putih
Sepi enggan menyisih
Di atas lembar sajadah
Aku melangkah menyusur pantai
Lalu menyelam ke dalam laut-Nya
Mencari mutiara
Aku kembal ke permukaan
Setelah berjam-jam tenggelam
Tubuh basah dengan resah
Kehilangan sasaran
KEPADA ADAM
Luka yang kau toreh pada diri
Kini menjadi ular besar
Menjalar
Menebar bisa kemana-mana
Yang kena gigitannya
Membekas
Menjadi petaka
Ada yang memanis raa
Tapi, tanpamu
Dunia tiada
DARAH IMPIAN II
Dari liang mata luka
Mengalirlah darah impian
Menerjuni lembah dan jeram keperihan
Menggejolak rindu
Pada rembulan
Mencoba menahan panas-Nya
Sambil menyeka keringat
Darah impian darah perjalananku
Membisik dalam gumpalan hitam
Minta hujan
TUHAN
Tuhan adalah matahari pemberi warna pada
kehidupan
Angin pengembara dari waktu ke waktu tak
pernah lelah
Tak pernah berkeluh-kesah
Tuhan adalah gedung beton menampung segala
doa dan Pinta
Tiang baja tempat bergelantung segala desah
dan resah
Tuhan adalah kabel listrik yang mengalirkan
cahaya ke relung hati
Menggemakan ampunan ke hutan-hutan gelap
Tuhan adalah batu laut siap menerima
semburan riak, tamparan ombak
Tuhan adalah air yang mengombang-ambingkan
perahu
Jalan beraspal melancarkan kendaraan kearah
tujuan
Tuhan adalah cinta kasihku yang kucubu tiap
waktu
Tuhan adalah cinta kasihku berzat satu
bertangan seribu
MIMPI
MENJELMA KEKASIH
Aku
lari terengah-engah dkejar-kejar
mimpi
Sebelum tahajud tiba
Ke manapun
pergi
Mimpi itu selalu mendahului sampai ke
tempat yang kutuju
Aku lelah main kucing-kucingan
Lalu kuborgol kedua tangannya
‘hei
jangan begitu
Aku yang mestinya menangkapmu’
Jangan berisik,bentakku
Dia diam
Dalam diam itu mimpi
Mengubah dirinya menjadi seorang
kekasih
Hah,kau
Gerimis turun dikedua pelataran pipi
Bulan tersenyum malu di balik awan
16 Juni 2011
KATAMU PEREMPUAN ITU
Katamu perempuan itu debur ombak rindu
Penawar duka di relung-relung malam
Ketika bulan menebar pesona diam
Ketika
bunga meremas dendam
Katamu perempuan itu pisau risau
Menorehkan
mata luka di dinding hati suami
Ketika kemarau datang di pertengahan bulan
Ketika dibakar api cemburu
Katamu perempuan itu sutra pelembut rasa
Ketika
mendung menerpa rumah tangga
Ketika suami kelelahan habis kerja
Katamu perempuan itu suluh
Pemberi cahaya dan kegelapan
Katamu perepuan itu serigala
Selalu menggonggong lagkahmu
( Amt,20
Juni 2012)
BULAN JATUH
Bulan seiris jatuh
tak bergema
tersangkut
di ranting cemara
Pucat,
malam tambah pekat
Siapa lagi yang berbuat ulah tanpa tenggang rasa
Sementara langit tak mencegah
kepergiannya
Lebih baik kuambil saja penerang hidupku
Pengusir sepiku
Tapi si bulan enggan
dibawa
Lebih senang bergelantungan
Menikmati
lembutnya belaian dan cumbuan malam
(5 Juli 2011)
MEMBASUH DIRI
Kubasuh bumiku yang keriput
Hilangkan lumpur berkarat
Terbentanglah jalan putih penuh cahaya
Aku tidak lagi silau menatap pintu-Nya
Hanya malu
Selama ini aku selalu menjauh mencari jalan
lain
Langkahpun jadi terseok ke tepi jurang
“ Berbaliklah! Jangan tempuh jalan
itu,berbahaya,”
Aku
terhenti
Setan atau malaikatkah yang menyeru
Atau suara hatiku yang lelah bicara
Dalam diri tak ada kekompakan
Dalam menelusuri jalan lurus-NYA
Lalu kubasuh daki-daki dekil dan hitam
kulempar baju yang kupakai
selama ini
Memang kotor dan bau
Hujan telah membasuh diri
Mengubah aku jadi bayi
(AMT,15 JULI 2011)
RINDU
Dalam bulan ada sungai
Tempat
membasuh rindu
Tempat
menatap diri
Tempat membuang daki
di
saat sepi menyapa
Dalam bulan ada sungai
menghanyutkan perahu kecilku
menuju
laut-nya
(amt, 20022014)
Ladang Perawan
Ladang perawan itu ramai dikunjungi para
petani
Saat musim mereguk hangat senyum mentari
Agar tetap lestari sepanjang usia
Ladang perawan itu jangan sampai kering
Dilanda penantian panjang
Mari
kita minta persetujuan
Siapa yang mampu menggarap tuk semaikan
bibit-bibit
Tak perlu
rebutan supaya badai jangan datang
Siapa merasa hatinya berbalut rindu
Mari bersihkan gulma yang menggerogoti
dirinya
Demi masa depan
Ladang
perawan
Ladang
hijau
Tempat
menebar senyum keturunan
JIKA TIDAK INGIN
Jika tidak
ingin diamuk badai jangan berumah di tepi pantai
Jika tidak ingin digoncang angin jangan menjadi pohon yang tinggi
Jika tidak ingin diinjak orang-orang yang lewat jangan jadi batu kerikil
Jika tidak ingin jadi santapan harimau janganlah menjadi elinci
Jika tidak ingin dikejar dan ditendang janganlah menjadi bola
Jadilah tanah agar memperoleh kesabaran
Jadilah air agar bisa dimanfaatkan
Jadilah udara untuk penerus kehidupan
Manusia tak dapat hidup tanpa pijakan
Manusa tak dapat hidup tanpa minuman
Manusia tak dapat hidup pernapasan
Manusia hidup karena karunia tuhan.
amuntai,2014
Jika tidak ingin digoncang angin jangan menjadi pohon yang tinggi
Jika tidak ingin diinjak orang-orang yang lewat jangan jadi batu kerikil
Jika tidak ingin jadi santapan harimau janganlah menjadi elinci
Jika tidak ingin dikejar dan ditendang janganlah menjadi bola
Jadilah tanah agar memperoleh kesabaran
Jadilah air agar bisa dimanfaatkan
Jadilah udara untuk penerus kehidupan
Manusia tak dapat hidup tanpa pijakan
Manusa tak dapat hidup tanpa minuman
Manusia tak dapat hidup pernapasan
Manusia hidup karena karunia tuhan.
amuntai,2014
Pasang
Bendera Kehidupan
Pasanglah bandera pada setiap halaman kehidupan
Kibarkan ke penjuru alam
Bukti perjuangan dan kemenangan
Tak perlu dikibarkan saat kematian
Kibarkan ke penjuru alam
Bukti perjuangan dan kemenangan
Tak perlu dikibarkan saat kematian
Amunti,2014
KEBANGKITAN
Sore langit bersorak sambil menumpahkan hujan .
Rahmat dan hidayah telah diturunkan.
Penghuni bumi tidak lagi
kekeringan iman
Semangat kebersamaan
tumbuh menghijau
Siraman air dari langit
Mengubah langkah
Jalan menuju masjid jadi terbentang
Azan pun berkumandang menggetarkan
langit kehidupan.
Amuntai,2014
SERUMPUN BAMBU
Ada serumpun
bambu tumbuh di tepi jurang
Daun muda sibuk
melambai-lambai angkasa
Busungkan dada
menantang angin zaman
Akarnya
kelelahan merayap mencari topangan
Demi lancarnya
napas keluarga tercinta
Ada serumpun bambu di tengah
kota
Tegak berdiri menahan panas persaingan
Sembunyikan identitas diri
Jaga gengsi
Hidup mengais rezeki di belantara malam
Ada serumpun
bambu di tengah hutan
Berpijak di
tanah hijau
Tak tahan
diterpa sengatan kemarau
Satu-satu daun
berguguran
Tinggal ranting
meranggas sepi
Menahan pukulan
badai kehidupan
Ada serumpun bambu di tengah sungai
Basah kuyub
Timbul tenggelam dipermainkan ombak
Hanyut ke hilir
Kehilangan sampan
Kembali ? Tak tahu asal
Akhirnya hanyut bersama arus
Entah ke mana
ZIKIR BURUNG
zikir burung membuka pagi
Menyegarkan rasa bangkitkan
karsa
Ketika azan
di masjid-masjid masih sepi
Ketika manusia masih terbuai mimpi
zikir burung pagi-pagi
resahkan ular-ular pemangsa
gairahkan dua merpati merangkai cinta
zikir burung di beranda
pagi
sebarkan berita pada dunia
di sarangnya terjadi pemutarbalikkan
fakta
dan masih nyaring terdengar auman
harimau tua
zikir burung ingtkan kita yang
telena
agar bangkit tegakkan tiang kebenaran
(amt,120515)
PERCUMBUAN MALAM
buat Istriku
Malam ini
Kutelusuri
hutanmu yang rimbun
Bersuluhkan iman
dan firman
Ketika kudaki
bukit yang mekar
Gairahpun kian membakar
Lalu
kuterjuni jurangmu yang dalam
Kemesraan semakin
memangsa
Percumbuan kita
berakhir di kaki malam
Setelah ditikam
kelelahan
TEMPE DAN PISAU
Mula-mula tempe
itu diam
Lalu gemetar
ketika sebilah pisau menatapnya tajam
Akankah lukaku
semakin dalam
Atau terkapar
antara detik-detik jam
Pisau itu
mendekat perlahan tanpa kedipan
Tempe cepat-cepat
sembunyi ditumpukan bayam
“Sayang aku rindu
kamu”
Kata pisau sambil
memeluk tempe erat-erat
Keduanya terbuai
mimpi
Tidak lama
terdengarlah desah
Di dalam
penggorengan panas mendidih
Tempe terbakar
Pisau tersenyum
puas
CATATAN PERJALANAN MENYAMBUT TAHUN BARU
Buat Istriku ISNAYATI
Kita sedang berada di ujung batas kota
Sebelum memasuki kota yang di depan mata
Adakah kita memabawa
air
minum,
makanan
pakaian
dan
uang saku
Buka catatan tahun lalu
Adakah coretan merah, menghiasi perjalanan
sebelumnya
Atau masih ada luka menganga yang
memedihkan rasa
Adakah masih penat atau bosan
menggerogoti kita
Tahun depan ini
Kita perbaharui langkah dan arah perjalanan
Agar tidak sering cekcok dan jadi tontonan
Kita ubah luka menjadi bara
Eratkan tali kasih sayang
Jangan sampai putus ditiup angin fitnah perselingkuhan
Mari
beragndengan tangan
Menapaki masa depan
Memperbanyak tabungan akhirat
Dan menebar sedekah di setiap langkah
(Amuntai,19 Desember 2013)
BODATA PENULIS
Fahrurraji
Asmuni, dalam dunia tulis-menulis pernah
meggunakan nama Raji Abkar, Fahrurraji,As al-Alaby, Frasmuni, Raji
Leonada (Face Book) adalah guru SMA Negeri 1 Amuntai.Juga menjadi tutor
UPBJJ- Banjarmasin-UT-Pokjar Danau
Panggang, Disdikbud HSU, sebelumnya
menjadi tutor pada penyataraan
S-1 Guru SD UT-Pokjar Lampihong , kab.Balangan.
Pendidikan yang ditempuhnya
setelah lulus SMA Amuntai, DII Bahasa Indonesia FKIP Unlam (1986), DIII Bahasa Indonesia-UT (1999), S-1 Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia-Daerah (PBSID) FKIP Unlam
(2003) dan S-2 Manajemen Pendidikan, STIE Pancasetia (lulus 2011, wisuda
Oktober 2012)
Mulai terjun ke dunia tulis-menulis
sejak tahun 1982. Karya-karyanya
berupa esai, puisi, dan cerpen pernah dimuat di berbagai media seperti
Banjarmasin Post, Serambi Ummah, Majalah Kiblat-Jakarta, Sahabat Pena, Suara
Aisyiyah-Yogyakarta, Radar Banjar, Buletin Cangkal dan Cerdas (Amuntai).
Puisi-puisinya terhimpun dalam antologi tunggal, di antaranya Darah Impian (1982), Tragedi
(1984); Elite Penyair Kalsel 1979-1985 (antologi bersama, 1988), Bintang-Bintang Kasuma I (Antologi 11
penyair Hulu Sungai Utara, 1984), Seribu
Sungai Paris Berantai (antologi penyair Kalsel, Aruh Sastra III di Kota
Baru, 2006), Ronce Bunga Mekar (antologi penyair Banua Enam, 2007), Mahligai Junjung Buih (antologi puisi
dan cerpen Sastrawan Hulu Sungai Utara, 2007),
Tarian Cahaya Sanggam , Antologi Puisi Penyair Kalsel,
( Aruh Sastra V di Balangan, 2008), Doa Pelangi di Tahun Emas , Antologi
Puisi Penyair Kalsel,. ( Aruh Sastra VI di
Marabahan, 2009), Menyampir Bumi Leluhur, Antologi Puisi Penyair Kalsel, (
Aruh Sastra VII di Tanjung, 2010) ,Antologi Puisi Penyair Kalsel (ASKS VIII
Barabai,2011), Sungai Kenangan, antologi puisi penyair Kalsel,
ASK IX Banjarmasin, th. 2012, .Antologi “Kepak Sayap Sastra Banua untuk Kemanusiaan”,ASK X,Banjarbaru,2013
dan Antologi “Membuka Cakrawala Menyentuh Fitrah Manusia” ASK XI,di Rantau,2014
Kumpulan cerpen dan cerita
yang telah dirilisnya adalah Kuning
Padiku, Hijau Hidupku (1984), Sang Guru
(1990), Pengabdian (1995), Dialog Iblis dengan Para Shalihin
(2000), Datu-Datu Terkenal Kalsel
(2001), dan Kena Tipu (2005).
Karya yang lain adalah Mengenal
Sastra Lisan Banjar Hulu (untuk Muatan Lokal tingkat SLTP) terbit 2001, Sastra
Lisan Banjar Hulu (yang sudah punah
dan masih hidup) terbit 2009, Antologi
cerpen siswa SMA ” Diteror 100 Jam” ,
editor (Juni,2010), Tutur Candi
(September, 2010) dan Kumpulan Kisah
Humor Bahasa Banjar (Desember, 2010);
Ketika Api Bicara, kumpulan cerpen Antologi bersama, 2011); Putri
Junjung Buih, kumpulan cerita daerah, antologi bersama penulis HSU, 2012) ; Kiat Menulis dan Cerpen
Pilihan, antologi cerpen bersama (2012), Nyanyian Kerbau Rawa,antologi
bersama (GPM Amuntai, 2013); Syekh Abdul
Hamid Abulung,Korban Politik Penguasa, Penerbit Hemat,Amuntai , 2013; dan
Sajadah Iblis,Penerbit Hemat, Amuntai (2013)
Selain menulis, penulis aktif diorganisasi seni
sastra seperti Sanggar Budaya Sastra Sukmaraga (termasuk salah seorang pendiri
) yang sekarang berganti nama Sanggar ”Payung Kambang”.Di sanggar Payung
Kambang sebagai sekretaris II; Dewan Kesenian Daerah ,sebagai seksi/bagian
menangani Sastra ( sejak 2004 – sekarang); Ketika di Banjarmasin (1983 – 1986) aktif baca puisi di RRI
Nusantara III Banjarmasin pada acara Untaian Mutiara Sekitar Ilmu dan Seni,
asuhan Hijaz Yamani dan aktif mengikuti diskusi sastra di GOS Kayu Tangi;
Anggota Sanggar Sesaji Banjarmasin, pimpinan Rudi Karno (1983 -1986) ; Anggota
Teater PGRI HSU; Ketua KSI daerah Amuntai (2011- sekarang) . Juga aktif membina
siswa yang berminat terhadap sastra dan teater di SMAN 1 Amuntai.
Prestasi yang pernah diraihnya
1. Juara III Baca Puisi Kepalawanan (1989)
2. Juara II Baca Puisi HUT Sanggar
Sukmaraga (1995)
3. Juara I Lomba Karya Tulis Porseni PGRI VI, HSU
(1996)
4. Juara I Drama Monolog HUT PGRI VI HSU (1996)
5. Juara II Guru Teladan Kab.HSU (1997)
6. Juara Harapan I Lomba PTK Kab.HSU (2007)
7. Juara I Guru Berprestasi TK SLTA,kab.HSU (2007)
Selain itu, juga menerima hadiah seni sastra dari kesultanan Banjar,
Martapura,16 November 2013 atas dedikasinya pengembang seni sastra dan budaya
daerah dan anugerah seni sastra dari Gubernur Kalsel, 14 Agustus 2014.
Alamat : Jalan Negara Dipa,
Komplek 10 RT.8 No. 066 Kelurahan Sungai Malang, Amuntai.
http:// www.fahrurraji.wordpress.com
twitter : @rajileonada
instagram :
faraji413
bbm : 55562f58
Line : raji leonada
Path : raji leonada
Wablog : rajileonada
Badoo
Hp . 081254575262