BUDAYA DAN ADAT ISTIADAT SUKU BANJAR
A.
ETNOGRAFI BANJAR
1.
Kondisi
Geografis
Kota Banjarmasin terletak pada 3°15' sampai 3°22' Lintang Selatan dan
114°32' Bujur Timur atau 114 19’’ 33’’ BT-116 33’ 28 BT dan 1 21’ 49’’ LS 1
10’’ 14’’ LS, dengan luas wilayah 37.377,53 km2 atau hanya 6,98 persen dari
luas pulau Kalimantan.
Kalimantan Selatan secara geografi terletak di sebelah selatan pulau
Kalimantan dengan luas wilayah 37.530,52 km2 atau 3.753.052 ha. Sampai dengan
tahun 2004 membawahi kabupaten/kota sebanyak 11 kabupaten/kota dan pada tahun
2005 menjadi 13 kabupaten/kota sebagai akibat dari adanya pemekaran wilayah
kabupaten Hulu Sungai Utara dengan Kabupaten Balangan dan Kabupaten Kotabaru
dengan Kabupaten Tanah Bumbu.
Kota Banjarmasin beriklim tropis dimana angin muson barat bertiup dari
Benua Asia melewati Samudera Hindia menimbulkan musim hujan, sedangkan angin
dari Benua Australia adalah angin kering yang berakibat adanya musim kemarau.
B.
KEPRIBADIAN BANJAR
Urang Banjar
mengembangkan sistem budaya, sistem sosial dan material budaya yang berkaitan
dengan religi, melalui berbagai proses adaptasi, akulturasi dan assimilasi.
Sehingga nampak terjadinya pembauran dalam aspek-aspek budaya. Meskipun
demikian pandangan atau pengaruh Islam lebih dominan dalam kehidupan budaya
Banjar, hampir identik dengan Islam, terutama sekali dengan pandangan yang
berkaitan dengan ke Tuhanan (Tauhid), meskipun dalam kehidupan sehari-hari masih
ada unsur budaya asal, Hindu dan Budha.
C.
SEJARAH SUKU BANJAR
Suku bangsa
Banjar ialah penduduk asli yang mendiami sebagian besar wilayah Propinsi
Kalimantan Selatan. Mereka itu diduga memiliki kesamaan dengan penduduk pulau
Sumatera atau daerah sekitarnya, yang membangun tanah air baru di kawasan ini
sekitar lebih dari seribu tahun yang lalu.
Suku Banjar
berasal dari orang Melayu Sumatera, Kalimantan dan Jawa yang datang ke
Kalimantan Selatan untuk berdagang. Adat, bahasa dan kepercayaan mereka adalah
akibat pengaruh berabad-abad dari orang Dayak, Melayu dan Jawa. Ada juga orang
Dayak yang menjadi orang Banjar karena memeluk agama Islam. Orang Banjar dapat
dibagi dua dari segi dialek bahasa, yaitu Banjar Hulu dan Banjar Kuala. Suku
Banjar terdapat di propinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah, Sumatera
dan Malaysia (Perak, Selangor dan Johor). Mereka juga terkenal dengan julukan
masyarakat air (‘the weter people’) karena adanya pasar terapung, tempat
perdagangan hasil bumi dan kebutuhan hidup sehari-hari di sungai-sungai kota
Banjarmasin, ibukota Propinsi Kalimantan Selatan.
D.
SUB SUKU BANJAR
Suku Banjar yang semula terbentuk
sebagai entitas politik terbagi 3 grup (kelompok besar) berdasarkan
teritorialnya dan unsur pembentuk suku berdasarkan persfektif kultural dan
genetis yang menggambarkan percampuran penduduk pendatang dengan penduduk asli
Dayak, berikut pembagian sub suku banjar :
1. Grup Banjar
Pahuluan adalah campuran orang Melayu-Hindu dan orang Dayak Meratus yang
berbahasa Melayu (unsur Dayak Meratus/Bukit sebagai
ciri kelompok)
2. Grup Banjar
Batang Banyu adalah campuran orang Pahuluan, orang Melayu-Hindu/Buddha, orang
Keling-Gujarat, orang Dayak Maanyan, orang Dayak Lawangan, orang Dayak Bukit
dan orang Jawa-Hindu Majapahit (unsur Dayak Maanyan sebagai ciri kelompok)
3. Grup Banjar
Kuala adalah campuran orang Kuin, orang Batang Banyu, orang Dayak Ngaju
(Berangas, Bakumpai), orang Kampung Melayu, orang Kampung Bugis-Makassar, orang
Kampung Jawa, orang Kampung Arab, dan sebagian orang Cina
Parit yang masuk Islam (unsur Dayak Ngaju sebagai ciri kelompok). Proses
amalgamasi masih berjalan hingga sekarang di dalam grup Banjar Kuala yang
tinggal di kawasan Banjar Kuala - kawasan yang dalam perkembangannya menuju
sebuah kota metropolitan yang menyatu (Banjar Bakula).
E. BAHASA
Menurut
kamus besar bahasa Indonesia, bahasa banjar adalah bahasa daerah kalimantan
selatan yang dipergunakan oleh suku banjar. Beberapa kata-kata dalam bahasa
banjar untuk kata ganti orang berdasarkan tingkatannya:
1.
Halus
Ulun :
Saya
Piyan / Dika
: Kamu
2.
Netral /
Sepadan
Aku, diyaku : Aku
Ikam, Kawu : Kamu
3.
Agak Kasar
Unda /
Sorang : Aku
Nyawa : Kamu
F.
MAKANAN
Dalam
pembuatan makanan diperlukan sistem teknologi yang digunakan untuk membuat
makanan tersebut mempunyai nilai lebih. Bagaimana cara mengolah, memasak dan
menyajikannya juga harus diperhatikan, palagi penggunaan bumbu-bumbunya. Salah
satu hasil makanan orang Banjar yang terkenal adalah SOTO BANJAR yang telah
tuurun temurun menggunakan resep warisan leluhur mereka.
G.
BUDAYA BANJAR SAAT INI DI TENGAH
GLOBALISASI
Dampak yang paling mengkhawatirkan dari arus globalisasi adalah terhadap
agama dan tatanan nilai lainnya dalam masyarakat Banjar. Kehidupan agama pada
zaman ini mau tidak mau memang akan terus ditantang. Dunia di luar dia adalah
dunia persaingan. Karena itu, orang mencari perlindungan pada agama dan
kedamaian pada agama.
Tetapi ironisnya, orang sering menjauhkan diri dari upacara-upacara yang
dirasakan membosankan dan terlalu lama. Dalam sikap beragama orang ingin
cenderung serba cepat, efisien, dan efektif, tetapi menyentuh pribadi. Di
tengah kencangnya arus globalisasi terdapat juga upaya untuk membentuk kelompok
kecil dengan basis identitas primordial. Orang merasa lebih dekat pada rasa
kesukuan, keagamaan, atau kebudayaan tertentu. Orang mengelompokkan diri
berdasarkan kesamaan darah (kesukuan) dan sejarah. Semangat membesar-besarkan
kebudayaan sendiri menguat dalam kelompok ini. Mereka merasa kebudayaannya
superior, lebih baik dan lebih unggul, sementara kebudayaan bangsa lain
diabaikan dan diremehkan. Tidak ada lagi penghargaan terhadap kelompok lain.
Tidak ada solidaritas antar kelompok yang berbeda. Semangat tersebut,
gilirannya, menyulut orang-orang melakukan kekerasan, berperang atas nama suku
maupun agama.
H.
BUDAYA BANJAR
1.
MADIHIN
Madihin berasal dari kata madah dalam bahasa arab artinya nasihahat.
Madihin dapat diartikan sebagai sejenis puisi lama dalam sastra Indonesia,
karena ia nenyanyikan syair-syair yang berasal dari kata akhir persamaan bunyi
atau sebagai kalimat puji-pujian ( bahasa arab) karena bisa dilihat dari
kalimat dalam madihin yang kadang kala berupa puji-pujian. Menurut (2006)
mendifinisikan madihin yaitu puisi rakyat anonim bertipe hiburan yang
dilisankan atau dituliskan dalam bahasa Banjar. Penyampaian syair-syair yang
dibacakan oleh seniman madihin yang disebut Pamadihin.
Pamadihinan termasuk profesi yang lekat dengan dunia mistik, karena para
pengemban profesinya harus melengkapi dirinya dengan tunjangan kekuatan
supranatural yang disebut Pulung. Pulung ini konon diberikan oleh seorang tokoh
gaib yang tidak kasat mata yang mereka sapa dengan sebutan hormat Datu Madihin.
Datu Madihin yang menjadi sumber asal-usul Pulung diyakini sebagai seorang
tokoh mistis yang bersemayam di Alam Banjuran Purwa Sari. Datu Madihin diyakini
sebagai orang pertama yang secara geneologis menjadi cikal bakal keberadaan
Madihin di kalangan etnis Banjar di Kalsel.
Kesenian madihin pada umumnya dipergelarkan pada malam
hari, lamanya sekitar 2 sampai 3 jam ditempatkan diarena terbuka. Seniman
pamadihin ini terdiri dari 1 samapai 4 orang pria atau wanita.Seorang pamadihin
harus memiliki keterampilan memukul terbang sesuai dengan penyajian syair-syair
yang dibacakan, madihin ini temanya saling sindir menyindir antara
pamadihinnya.
2. PASAR
TERAPUNG
Pasar terapung ini sudah ada lebih dari 400 tahun lalu dan merupakan sebuah
bukti aktivitas jual-beli manusia yang hidup di atas air. Seperti halnya
pasar-pasar yang ada di daratan, di pasar terapung ini juga dilakukan transaksi
jual beli barang seperti sayur-mayur, buah-buahan, segala jenis ikan, dan
berbagai kebutuhan rumah tangga lainnya. Pembelian dari tangan pertama disebut dukuh,
sedangkan tangan kedua yang membeli dari para dukuh untuk dijual kembali
disebut panyambangan.
Salah satu keunikan dari Pasar Terapung adalah desak-desakan antara perahu
besar dan perahu kecil yang mencari pembeli, serta penjual yang bersliweran kesana
kemari dan kapalnya yang dimainkan gelombang Sungai Barito. Pasar terapung
tidak memiliki organisasi seperti pasar di daratan, sehingga tidak tercatat
berapa jumlah pedagang dan pengunjung atau pembagian pedagang bersarkan barang
dagangan.
3.
BAAYAN
MAULID
Baayun asal katanya “ayun” yang diartikan”melakukan proses ayunan”. Asal
kata maulid berasal dari peristiwa maulid (kelahiran) Nabi Muhammad SAW.
Sebelum mendapat pengaruh Islam, maayun anak sudah
dilaksanakan ketika masyarakat masing menganut kepercayaan nenek moyang.
Tradisi asalnya dilandasi oleh kepercayaan Kaharingan. Setelah Islam masuk dan
berkembang serta berkat perjuangan dakwah para ulama, akhirnya upacara tersebut
bisa “diislamisasikan”.
Dengan demikian, baayun anak adalah salah satu tradisi simbol pertemuan
antara tradisi dan pertemuan agama. Inilah dialektika agama dan budaya, budaya
berjalan seiring dengan agama dan agama datang menuntun budaya.
4.
PLUI
Palui merupakan salah satu tokoh cerita rakyat kalimantan tengah yang ketika
itu secar administrative bergabung dengan bagian Kalimantan selatan namun dalam
perkembangannya justru berkembang diwilayah Kalimantan selatan.
Penulisnya adalah seorang tokoh bernama Drs. H. Z Yustan Adzin kini almarhum yang mengangkat cerita khas, muncul setiap hari diharian Banjarmasin Post sejak awal terbitnya yaitu tahun 1971 dalam bahasa banjar dan berbagai logat bahasa banjar derah seperti Banjar Kuala,Banjarmasin, Martapura, Pelaihari dan Banjar Hulu.
Penulisnya adalah seorang tokoh bernama Drs. H. Z Yustan Adzin kini almarhum yang mengangkat cerita khas, muncul setiap hari diharian Banjarmasin Post sejak awal terbitnya yaitu tahun 1971 dalam bahasa banjar dan berbagai logat bahasa banjar derah seperti Banjar Kuala,Banjarmasin, Martapura, Pelaihari dan Banjar Hulu.
Cerita si Palui yang dipublikasikan pada harian Banjarmasin Post mengandung
nilai budaya Banjar yang cukup beragam, tokoh Palui mencerminkan bagaimana
dinamika dan perkembangan kehidupan orang Banjar. Kehidupan keseharian orang
Banjar sangat terikat dengan nilai-nilai Islam.
I.
TRADISI LISAN
Tradisi lisan oleh Suku Banjar
sangat dipengaruhi oleh budaya Melayu, Arab, dan Cina. Tradisi
lisan Banjar (yang kemudian hari menjadi sebuah kesenian) berkembang sekitar
abad ke-18 yang di antaranya adalah Madihin dan Lamut. Madihin
berasal dari bahasa Arab, yakni madah (ﻤﺪﺡ) yang
artinya pujian. Madihin merupakan puisi rakyat anonim bertipe hiburan yang
dilisankan atau dituliskan dalam bahasa Banjar dengan bentuk fisik dan bentuk
mental tertentu sesuai dengan konvensi yang berlaku secara khusus dalam
khasanah folklor Banjar di Kalsel. Sedangkan Lamut adalah
sebuah tradisi berkisah yang berisi cerita tentang pesan dan nilai-nilai
keagamaan, sosial dan budaya Banjar. Lamut berasal dari negeri Cina dan mulanya
menggunakan bahasa Tionghoa. Namun,
setelah dibawa ke Tanah Banjar oleh pedagang-pedagang Cina, maka
bahasanya disesuaikan menjadi bahasa
Banjar.
J.
PERKAWINAN MENURUT ADAT BANJAR
Secara
kronologis, maka peristiwa perkawinan menurut adat suku Banjar dapat diuraikan
sebagai berikut:
1.
BASASULUH
Bilamana seseorang telah sampai saat ingin kawin lazimnya oleh keluarganya
yang terdekat diadakanlah apa yang yang dinamakan “Basasuluh”. Yakni ingin
mendapatkan keterangan tentang calon istri yang diinginkan setelah mendapatkan
persetujuan dari pihak keluarga yang bersangkutan.
Beberapa hal yang ingin diketahui diantaranya:
Beberapa hal yang ingin diketahui diantaranya:
a.
Tentang
agamanya
b.
Tentang
keturunannya
c.
Tentang
kemampuan rumah tangganya
d.
Tentang
kecantikan wajahnya
Dari empat
hal tersebut di atas yang menjadi titik tumpu perhatian itu adalah pada dua hal
yaitu agama dan keturunannya. Sebaliknya, bagi keluarga calon istri di samping
hal di atas, akan diperhatikan pula apakah lapangan pekerjaan calon suaminya
tersebut. Hal itu sangat penting karena akan turut menentukan nilai rumah
tangga mereka kelak.
2.
BADATANG
Pihak
keluarga pria pada saatnya yang diberitahukan sebelumnya, datang dengan
beberapa orang ke rumah calon istri yang disebut dengan istilah “badatang”.
Kedatangan ini diterima antara kedua keluarga calon suami istri itu secara
traditional biasanya lahirlah dialog yang mempunyai versi prosa liris bahasa
daerah Banjar yang umumnya disebut Baturai Pantun, yakni berbalas pantun antara
keluarga pihak calon.
Adat orang
banjar tidak mengenal istilah Batunangan atau Bapacaran. Istilah ‘Balarangan’
tidak sama dengan istilah ‘Batunangan’, karena belarangan adalah suatu
perencanaan ancer – ancer para pihak orang tua masing – masing, ketika kedua
anak masih remaja.
Menurut adat
seorang gadis yang akan kawin, maka untuk selama 40 hari sebelumnya dia tidak
diperkenankan keluar rumah.
Selama itu dia harus membersihkan diri, berlangsir mempercantik dirinya, yang disebut dengan istilah ‘bekasai’, sekaligus dia diberi beberapa nasehat.
Selama itu dia harus membersihkan diri, berlangsir mempercantik dirinya, yang disebut dengan istilah ‘bekasai’, sekaligus dia diberi beberapa nasehat.
3.
NIKAH
Yang
dimaksud dengan nikah adalah upacara keagamaan untuk melangsungkan ijab kabul
di hadapan seorang penghulu dan saksi – saksi. Acara ini sering kali juga
disebut ‘Meantar Jujuran’.
4.
BATIMUNG
Bagi
pengantin pria maupun wanita terutama menjelang hari persandingan dua atau tiga
hari sebelumnya, maka pada malam harinya harus melaksanakan mandi uap yang
dikenal dengan istilah ‘Batimung’. Diharapkan dengan batimung ini akan menguras
habis keringat tubuh, menyehatkan dan mengharumkan tubuh pengantin tersebut.
Dengan demikian pada saat persandingan nanti kedua pengantin tidak akan
berkeringat lagi.
5.
MANDI-MANDI
Pada waktu
pagi hari menjelang acara persandingan siang, pengantin wanita melangsungkan
acara mandi – mandi pengantin dengan air yang ditaburi macam – macam bunga.
Pada daerah Kuala kadang – kadang disebut dengan istilah ‘Badudus’ atau
‘Bapapai’ dengan mayang Pinang. Jumlah bunga – bunga yang diperlukan lebih
banyak dan lebih berkesan sebagai salah satu upacara.
Acara mandi – mandi dilakukan oleh tiga orang wanita tua yang telah berpengalaman, yang umumnya dipimpin oleh seorang bidan kampong atau wanita tua lainnya. Selesai mandi, pengantin wanita disuruh menjejak telur ayam sampai pecah dengan ujung tumit. Ketika itu juga pengantin wanita tersebut dicukur yaitu dengan istilah ‘Belarap’, membikin cecantung pada kiri kanan wajahnya. Biasanya kemudian diikuti acara selamatan kecil dengan nasi lamak (ketan) berinti gula merah dan pisang mauli.
Acara mandi – mandi dilakukan oleh tiga orang wanita tua yang telah berpengalaman, yang umumnya dipimpin oleh seorang bidan kampong atau wanita tua lainnya. Selesai mandi, pengantin wanita disuruh menjejak telur ayam sampai pecah dengan ujung tumit. Ketika itu juga pengantin wanita tersebut dicukur yaitu dengan istilah ‘Belarap’, membikin cecantung pada kiri kanan wajahnya. Biasanya kemudian diikuti acara selamatan kecil dengan nasi lamak (ketan) berinti gula merah dan pisang mauli.
6.
BATAPUNG
TAWAR
Seiring
dengan acara mandi – mandi tadi pada saat itu juga diadakan acara ‘batapung
tawar’, dimaksudkan sebagai penebus atas berakhirnya masa perawan bagi seorang
wanita. Untuk itu disediakan apa yang dinamakan ‘peduduk’, yaitu seperangkat
keperluan pokok bahan makanan dalam wadah sasanggan (bokor kuning) yang terdiri
dari sagantang beras, sebiji nyiur, gula merah, seekor ayam betina hitam, telur
ayam tiga butir, lading, lilin, sebiji uang bahari (perak), jarum dengan benangnya,
sesuap sirih, rokok daun, dan rerempah dapur. Isi piduduk : beras melambangkan
rezeki, nyiur melambangkan lemak (kehidupan), gula merah lambang manis
(kehidupan), ayam lambang cangkal becari, telur ayam lambang sum-sum, lading
makna semangat yang keras, lilin lambang penerangan, uang lambang persediaan
dalam hidup, jarum dan benang lambang ikatan suami isteri, sesuap sirih lambang
kesatuan, rokok daun lambang kelaki-lakian, rerempah dapur lambang keterampilan
kerja di dapur. Selanjutnya seluruh isi piduduk ini diberikan kepada bidan
kampong yang memimpin acara mandi – mandi.
Untuk yang hadir pada acara betapung tawar disuguhi air teh manis atau kopi dengan kue, bubur habang bubur putih, cucur, wadai gincil, wadai galang, dan lakatan ber-inti.
Untuk yang hadir pada acara betapung tawar disuguhi air teh manis atau kopi dengan kue, bubur habang bubur putih, cucur, wadai gincil, wadai galang, dan lakatan ber-inti.
7.
BATAMAT
AL-QUR’AN
Baik
pengantin pria maupun pengantin wanita pada waktu menjelang acara persandingan
biasanya melangsungkan acara betamat Qur’an yakni membaca kitab suci Al-Qur’an
sebanyak 22 surah yang dimulai dari surah ke 93 (Ad-Dhuha) sampai dengan surah
ke 114 (An-Nas) ditambah dengan beberapa ayat pada surah Al-Baqarah, ditutup
dengan do’a khatam Qur’an, pembaca do’a biasanya guru mengaji pengantin
tersebut.
Suatu kebiasaan yang unik dan lucu, ialah apabila pengantin telah sampai pada bacaan surah ke 105 (Al-Fiil) biasanya ramailah anak-anak dan remaja di sekitar itu memperebutkan telur masak sekaligus memakannya. Sebab menurut cerita konon yang mendapatkan telur masak itu akan menjadi terang hatinya, cepat menjadi pandai membaca kitab suci Al-Qur’an.
Suatu kebiasaan yang unik dan lucu, ialah apabila pengantin telah sampai pada bacaan surah ke 105 (Al-Fiil) biasanya ramailah anak-anak dan remaja di sekitar itu memperebutkan telur masak sekaligus memakannya. Sebab menurut cerita konon yang mendapatkan telur masak itu akan menjadi terang hatinya, cepat menjadi pandai membaca kitab suci Al-Qur’an.
8.
WALIMAH
Yang
dimaksud dengan ‘walimah’ ialah suatu pesta perkawinan dalam rangkaian
acara-acara perkawinan tersebut. Besar kecilnya walimah ini tergantung pada
kemampuan keluarga ‘ahli bait’ masing.
Menurut adat orang Banjar maka pohon (ahli bait atau tuan rumah) tidak aktif untuk bekerja dalam persiapan itu. Justru tetangga lah yang akan melaksanakan semua tugas-tugas, yang dibentuk semacam kepanitiaan yang disusun secara lisan saja.
Menurut adat orang Banjar maka pohon (ahli bait atau tuan rumah) tidak aktif untuk bekerja dalam persiapan itu. Justru tetangga lah yang akan melaksanakan semua tugas-tugas, yang dibentuk semacam kepanitiaan yang disusun secara lisan saja.
Biasanya membagi-bagi tugas sebagai
berikut:
a.
Nang jadi
kepala gawe (pimpinan kegiatan)
b.
Nang meurus
tajak sarubung (mendirikan tenda)
c.
Nang meurus
pengawahan (bagian masak nasi dan ikan)
d.
Nang meurus
karasmin (mengurus kesenian)
e.
Nang
besaruan lalakian (pengundang untuk pria)
f.
Nang
besaruan bebinian (pengundang untuk wanita)
g.
Nang
menerima saruan (penerima tamu)
Dalam
susunan pembagian tugas ini jelas terlihat bahwa sifat kegotong-royongan
merupakan adat yang sangat menonjol sekali bagi para tetangga, tanpa diminta
akan memberikan tenaga dan jasa-jasanya untuk kepentingan pelaksanaan
perkawinan tersebut.
9.
PETATAIAN
Petataian
(pelaminan) dibuat secara khusus yang merupakan ciri khas banjar yang biasanya
diletakkan tepat di ‘tawing halat’ (dinding batas tengah rumah) atau yang lazim
disebut balai kencana. Terdapat juga yang dibangun khusus yang disebut balai
warti yang terdiri dari tempat duduk untuk dua orang pengantin pria dan wanita
yang berlatar belakang air Gucci yang gemerlapan dan pada kiri kanannya agak
kebelakang tersusun bantal yang bersarung merah atau kuning bersulam benang
emas, yang disebut ‘tetumpangan’. Di belakang tetumpangan terdapat pucuk
tetumpangan yang berbentuk segitiga sama kaki dengan ornamen yang serasi dengan
tetumpangannya. Di situ tersedia pula sesajian di atas piring kuningan besar
yang diletakkan di atas bokor sesanggan kuningan.
10. BATATAIAN
Merupakan
puncak dari acara perkawinan menurut adat banjar ini adalah pada upacara
betataian (bersanding) pada tempat petataian. Acara ini yang dianggap paling
bahagia oleh kedua pengantin ataupun keluarga mereka.
a.
Pengantin
Wanita
b.
Pengantin
Pria
c.
Tahap-tahapan
betataian
Ø Pengantin
pria diantar
Ø Betawak nasi
lamak
Ø Sujud dan
makan bersama
Ø Usung
jinggung dan diarak
11. KELAMBU
PENGANTIN
Begitu
pentingnya kelambu pengantin ini bahkan menjadi suatu ukuran bagi orang untuk
melihat sampai dimana kemampuan kepala keluarga yang sedang berminantu itu.
Kelambu ini
selalu ditempatkan di kamar depan sebagai suatu bagian rumah yang utama, yakni
ruangan tempat tidur sebelah kanan rumah banjar bahari, atau rumah bubungan
tinggi (rumah beanjung). Karena pada waktu itu belum mengenal atau belum banyak
mengenal ranjang. Kelambu itu digantung di ruang anjung dalam bentuk segi empat
yang umumnya mempergunakan warna putih atau kuning muda. Di atas kelambu di
pasang langit-langit dari kain yang agak tipis dengan sulaman kembang pancar
matahari.
K.
KEPERCAYAAN KEHAMILAH
Pada
masyarakat suku banjar maupun suku dayak , seorang istri yang hamil dai
kehamilan 1 bulan hingga 7 bulan diadakan acara mandi- mandi atau yang
disebut ” mandi tian mandaring”. Dan setelah lahir dilakukan palas bidan dan
kemudian dilanjutkan dengan acara sunatan.
1. PANTANGAN
Masyarakat suku banjar juga mempercayai pantangan – pantangan yang harus
dihindari oleh istri yang hamil dan suaminya, yaitu :
a.
tidak boleh
duduk didepan pintu, dikhawatirkan akan susah dalam melahirkan
b.
tidak boleh
keluar pada waktu maghrib,karena akan diganggu oleh roh jahat
c.
tidak boleh
makan pisang dompet, dikhawatirkan anak akan kembar siam
d. jangan
membelah kayu api yang sudah terbakar, karena anak yang dilahirkan bisa sumbing
e.
dilarang
pergi kehutan,karewna wanita hamil baunya harum,dan dapat diganggu roh jahat
f.
dilarang
menganyam bakul, karena jari- jari anak yang dilahirkan dapat dempet menjadi
satu.
DAFTAR PUSTAKA
v Dari berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar