MACAN PANJADIAN
Pada zaman ada lima orang 5 bersaudara, masing-masing bernama, Lamboi, Adan, Akhmad, Selamat, dan yang bungsu Isbat. Mereka
pergi kesebuah hutan mencari rotan. Hutan tersebut terletak di gunung
Gumpa yang banyak rotannya dan terkenal angker. Waktu mereka asyik
bekerja hujan turun rintik-rintik, padahal hari dalam keadaan panas,
kebetulan hari itu hari jumat. Mereka pun beristirahat di bawah pohon
rindang. Limboi berkata pada adik-adiknya : “ Seandainya ada perempuan
cantik menemani kita makan-makan alangkah senangnya”. Tiba-tiba angin
berembus dan seiring dengan itu terlihat oleh Isbat lima orang perempuan
cantik-cantik dari balik semak-semak. Kakak-kakaknya seakan-akan tak
percaya perkataan adiknya. Benar ada lima perempuan mendekati mereka
sambil membawa nasi ketan. Tampaknya perempuan-perempuan itu sudah tahu
pilihannya masing-masing. Mereka pun bergembira ria sambil memakani nasi
ketan. Di antara mereka itu hanya Isbat tak ikut makan. Ia selalu di
bujuk rayu oleh perempuan bungsu yang paling cantik. Karena takut “
kepuhunan” ( mendapat bahaya karena makanan, karena tidak mencicipi
makanan ) Isbat akhirnya mencicipi nasi ketan itu dengan ujung jarinya.
Isbat curiga terhadap perempuan-perempuan itu lalu menjauh. Merasa tak
enak, ia menengok kebelakang, apa yang terjadi kakaknya sudah tak
bernyawa lagi. Macan-macan itu sedang memakan daging dan menghirup darah
kakak-kakaknya. Isbat kemudian lari, tapi kemana pun ia lari dan
bersembunyi selalu saja ketahuan macan bungsu itu. Manakala Isbat tak terlihat macan itu berseru,” U...” Tiba-tiba jari Isbat yang tadi diletakkan di ketan menyahut,”U...” Dalan hati Isbat, kalau begini terus aku tak mungkin lepas dari macan
itu, lalu ia mengambil mandau dan memotong jarinya. Dan perempuan macan
panjadian itu kehilangan jejak Isbat. Ia meratap, sedih karena tak
sempat memakan daging Isbat hanya jarinya saja. Selesai
memakan jari Isbat, macan itu berkata,” Isbat, selamatlah engkau.
Apabila engkau mengetahui tentang diriku engkau tahu akan namaku, maka
aku akan musnah dan hancur olehmu”. Kemudian ia menyebutkan namanya
Sangatak, Sangitik nama ibunya dan nama ayahnya Maharajapati. Kebetulan
persembunyian Isbat tak jauh dari macan itu dan mendengar jelas
kata-kata macan itu. Isbat keluar dari persembunyiannya dan membaca
mantra itu. Seketika, macan panjadian itu pun hancur musnah. Sesampainya
di rumah, ia ceritakan kejadian itu pada orang tuanya. Orang tuanya pun
bersedih, lalu berkata, “ Makanya jangan sembarangan berkata-kata yang
tak keruan di tengah hutan atau di mana pun tempat yang angker “pamali”
(pantangan).********
Dikutip dari : Cerita Rakyat Daerah Kalsel, Depdikbud Prov.Kalsel,Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah,1980/1981,hlm 95.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar